Sebanyak 21 sekaa, sanggar, komunitas, dan yayasan seni telah ditetapkan oleh Dinas Kebudayaan Provinsi Bali untuk tampil dalam ajang Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-47 tahun 2025. Seleksi ketat dilakukan oleh tim kurator untuk memastikan bahwa kelompok seni yang terpilih benar-benar mampu menghadirkan pertunjukan berkualitas dalam pergelaran Rekasadana.
Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, Prof. Dr. I Gede Arya Sugiartha, menjelaskan bahwa kelompok seni yang lolos seleksi akan menerima dana jasa kesenian dan kebudayaan sebesar Rp35.000.000 sebagai bentuk dukungan. Ia juga menegaskan bahwa setiap sanggar harus tetap mengacu pada tema besar tahun ini, yaitu Jagat Kerthi: Lokahita Samudaya (Harmoni Semesta Raya). Dalam rapat yang digelar di Kantor Disbud Bali pada Senin (16/3), ia mengajak seluruh masyarakat Bali untuk bersama-sama menyukseskan PKB sebagai ajang pelestarian dan penguatan budaya.
PKB ke-47 akan berlangsung dari 21 Juni hingga 19 Juli 2025 di Taman Budaya Provinsi Bali, dengan rangkaian acara meliputi Peed Aya (Pawai), Rekasadana (Pergelaran Seni), Utsawa (Parade Seni), Wimbakara (Lomba Seni), Kriyaloka (Lokakarya Seni), Kandarupa (Pameran Seni), Widyatula (Sarasehan Budaya), Adi Sewaka Nugraha (Penghargaan Pengabdi Seni), Jantra Tradisi Bali, serta Bali World Culture Celebration (BWCC).
## Prof. Bandem Tekankan Pentingnya Pakem Seni Tradisi
Sementara itu, kurator PKB ke-47, Prof. Dr. I Made Bandem, menekankan pentingnya menjaga pakem dalam setiap garapan seni yang akan dipentaskan. Ia mengingatkan bahwa seni tradisi memiliki aturan yang harus tetap dipertahankan agar esensinya tidak hilang.
Dalam arahannya, ia menyebutkan bahwa kesenian sakral tidak boleh dibawa ke Taman Budaya. Jika ingin menampilkan unsur kesenian sakral, harus dilakukan transformasi agar dapat disajikan dalam bentuk yang lebih sesuai dengan ruang publik tanpa menghilangkan nilai-nilai intinya. Selain itu, seni seperti gambuh, topeng, dan wayang harus tetap mengacu pada pakemnya.
Ia juga menyoroti struktur dalam seni pertunjukan yang harus diperhatikan. Dalam gambuh dan arja, misalnya, terdapat unsur sejarah, peperangan, kesedihan, hingga adegan magis yang telah diwariskan secara turun-temurun. Beberapa karakter yang kurang diangkat, seperti Patih Pengrancab dalam arja, diharapkan dapat dimunculkan kembali agar seni tersebut tetap utuh.
Menurutnya, aspek vokal dalam seni tradisional juga menjadi salah satu keunggulan yang harus dijaga. Seniman masa lalu telah mewariskan teknik vokal yang luar biasa, dan hal ini perlu terus dilestarikan dalam setiap pementasan. Dengan berbagai arahan ini, diharapkan PKB ke-47 dapat menjadi ajang yang tidak hanya mempertahankan seni tradisi, tetapi juga mampu menghadirkan kreativitas yang tetap berakar pada budaya Bali. (TB)