Candi Gunung Kawi, sering disebut sebagai Candi Tebing Gunung Kawi, adalah salah satu situs purbakala yang menjadi ikon penting sejarah Bali. Terletak di Dusun Penaka, Desa Tampaksiring, Kecamatan Tampaksiring, Kabupaten Gianyar, candi ini berdiri megah di tepi Sungai Pakerisan.
Yang membuatnya unik adalah bentuknya yang berbeda dari candi-candi pada umumnya, karena candi ini bukanlah struktur bangunan, melainkan hasil pahatan di dinding tebing batu padas.
Makna Nama Gunung Kawi
Nama Gunung Kawi berasal dari gabungan kata “gunung” dan “kawi.” Dalam Bahasa Bali, “gunung” berarti pegunungan, sementara “kawi” mengacu pada pahatan. Dengan demikian, Gunung Kawi secara harfiah dapat diartikan sebagai “pahatan di pegunungan.” Nama ini menggambarkan ciri khas candi yang diukir langsung di tebing batu.
Terletak sekitar 40 kilometer dari Denpasar atau sekitar 21 kilometer dari Kota Gianyar, candi ini dapat dijangkau dengan mobil, motor, atau menggunakan layanan taksi dan agen perjalanan. Perjalanan menuju lokasi tidak hanya menawarkan kemegahan candi, tetapi juga pemandangan alam Bali yang asri.
Sejarah Pembangunan Candi Gunung Kawi
Candi ini diyakini dibangun pada abad ke-11 Masehi, pada masa pemerintahan Raja Udayana hingga Anak Wungsu dari Dinasti Warmadewa. Raja Udayana, yang menikahi Gunapriya Dharma Patni dari Jawa, memiliki dua putra: Erlangga yang menjadi raja di Jawa Timur, dan Anak Wungsu yang memerintah di Bali. Peninggalan sejarah ini diperkirakan berasal dari masa pemerintahan Anak Wungsu.
Bukti arkeologis berupa prasasti pada pintu semu candi bertuliskan huruf Kediri menyebutkan frase “haji lumah ing jalu,” yang berarti “raja yang dimakamkan di Jalu.” Kata “jalu” yang merujuk pada taji ayam juga dapat diasosiasikan dengan keris atau pakerisan, yang menjadi asal nama Sungai Pakerisan. Sungai ini mengalir di antara dua tebing tempat Candi Gunung Kawi berada. Penemuan kembali situs ini oleh peneliti Belanda pada tahun 1920 menambah nilai sejarahnya.
Legenda Pembangunan Candi
Menurut cerita rakyat, Candi Gunung Kawi dibuat oleh seorang tokoh legendaris Bali bernama Kebo Iwa. Dengan kesaktiannya, ia konon memahat tebing batu cadas menggunakan kuku-kukunya yang tajam.
Hasil karyanya yang luar biasa ini, yang tampak seperti dipahat oleh banyak orang selama bertahun-tahun, dikatakan selesai hanya dalam waktu sehari semalam.
Struktur dan Kompleks Candi
Untuk mencapai Candi Gunung Kawi, pengunjung harus menuruni sekitar 315 anak tangga yang mengarah ke Sungai Pakerisan. Perjalanan ini dihiasi dengan pemandangan rerimbunan pohon, suara gemericik air sungai, dan suasana alam yang menenangkan. Anak tangga yang terbuat dari batu padas menambah keunikan perjalanan menuju candi.
Kompleks Candi Gunung Kawi terdiri dari dua kelompok utama yang dipisahkan oleh Sungai Pakerisan.
- Kelompok Barat: Terdiri dari empat candi yang menghadap ke timur, dilengkapi dengan kolam pemandian dan pancuran air.
- Kelompok Timur: Terdiri dari lima candi yang menghadap ke barat.
Candi-candi ini dipahat di dalam cekungan tebing, yang dirancang untuk melindungi struktur dari erosi. Selain candi utama, terdapat wihara di kompleks barat berupa ruang meditasi yang dipahat di tebing, dilengkapi pelataran, kamar-kamar kecil, jendela, serta lubang ventilasi untuk cahaya dan udara.
Situs Tambahan di Kompleks Candi
Kompleks ini juga mencakup gapura dan tempat pertapaan yang dikenal sebagai Geria Pedanda, yang disebut “Makam ke-10” oleh para ahli. Penamaan ini berdasarkan prasasti yang bertuliskan “rakryan,” yang diduga merupakan tempat persemayaman pejabat tinggi kerajaan.
Di bagian lain kompleks, terdapat ceruk pertapaan dan wihara yang belum selesai, yang dapat ditemukan dengan berjalan lebih jauh ke arah tenggara melintasi hamparan sawah hijau. (TB)