Di masa lampau, Pulau Jawa dikisahkan belum sepenuhnya seimbang. Para dewa yang menciptakannya menyadari bahwa pulau ini miring dan membutuhkan penyeimbang agar kokoh. Untuk itu, sebuah gunung besar diperlukan di tengah-tengah Pulau Jawa.
Gunung yang dipilih bernama Gunung Jamurdipa, yang berasal dari laut selatan. Namun, rencana para dewa ini tak berjalan mulus. Ketika hendak menempatkan Gunung Jamurdipa di lokasi yang telah ditentukan, mereka menghadapi hambatan. Di tempat itu, terdapat dua empu sakti, Empu Pamadi dan Empu Rama, yang tengah membuat keris pusaka.
Batara Narada dan Batara Panyarikan, utusan Batara Guru, meminta kedua empu tersebut untuk meninggalkan tempat itu. Namun, permintaan ini ditolak mentah-mentah oleh para empu. Mereka beralasan bahwa membuat keris pusaka tak boleh dilakukan di tempat lain karena akan mengurangi kesakralannya.
Penolakan ini memicu ketegangan yang akhirnya berubah menjadi pertempuran. Meski menghadapi kekuatan dewa, Empu Pamadi dan Empu Rama mampu memberikan perlawanan sengit hingga membuat Batara Narada dan Batara Panyarikan kewalahan. Kekalahan ini membuat Batara Guru, pemimpin para dewa, murka.
Amarah Batara Guru mendorongnya untuk mengambil tindakan tegas. Ia memerintahkan Batara Bayu, dewa angin, untuk menyelesaikan masalah ini. Dengan kekuatan luar biasa, Batara Bayu meniup Gunung Jamurdipa hingga berpindah ke tempat yang telah ditentukan. Dalam waktu singkat, gunung itu mendarat dengan kuat, menindih kedua empu yang masih bertahan di lokasi.
Meski tubuh mereka tertindih gunung, nyala api dari perapian Empu Pamadi dan Empu Rama tetap hidup. Api inilah yang kemudian menciptakan kawah aktif di puncak Gunung Jamurdipa. Sejak saat itu, gunung ini dikenal dengan nama Gunung Merapi, merujuk pada api abadi yang ada di dalamnya.
Itulah asal-usul atau sejarah dari Gunung Merapi di Jawa. (TB)