Sejarah Desa Banyupoh Buleleng, Berawal dari Hutan Lebat dan Pernah Dikuasai Orang China Ang Te Kwath

Author:
Share
Pura Melanting, salah satu pura di Banyupoh

Desa Banyupoh yang terletak di Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Bali, memiliki sejarah yang panjang dan menarik. Meski sulit untuk menentukan secara pasti kapan dan siapa pendiri desa ini, berbagai kisah dan legenda dari para tetua desa memberikan wawasan yang berharga mengenai asal usul Banyupoh.

Asal Usul Nama dan Pembentukan Desa

Nama Banyupoh berasal dari kata “banyu” yang berarti air, dan “po” yang berarti tepi laut. Ini mengacu pada tempat tinggal pertama penduduk yang berada di pinggir laut. Nama ini kemudian berkembang menjadi Banyupoh, yang kita kenal sekarang.

Perjalanan Sejarah

Pada tahun 1489, desa Mpulaki yang berada di sekitar lokasi Banyupoh mengalami kebakaran besar yang membuat daerah ini kosong hingga tahun 1920. Selama lebih dari 400 tahun, wilayah ini menjadi hutan belantara yang dihuni oleh binatang buas.

Pada tahun 1920, daerah ini mulai dihuni kembali ketika pemerintah kolonial Belanda mengontrakkan wilayah tersebut kepada seorang Cina bernama Ang Te Kwath. Penduduk yang bekerja untuk Ang Te Kwath datang dari luar Bali, termasuk dari Jawa, Madura, dan Mandar. Mereka mendirikan pemukiman di tepi laut, yang menjadi cikal bakal Desa Banyupoh.

Banyupoh dikenal sebagai desa anyar, atau desa baru, yang terbentuk dari perpindahan penduduk yang mencari lahan penghidupan baru. Penduduk awal sebagian besar berasal dari Karangasem, Jembrana, Gianyar, dan Buleleng. Mereka membuka lahan baru pada tahun 1954, dan kelompok-kelompok pendatang terus berdatangan hingga tahun 1955.

Penduduk awal menghadapi tantangan besar, termasuk serangan malaria yang membuat banyak dari mereka sakit atau kembali ke kampung halaman. Mereka yang bertahan hanya dianggap sebagai penyakap (penggarap) pada lahan yang dikuasai oleh Ang Te Kwath, setelah menggantikan pengontrak sebelumnya, Tuan Cali.

Pada tahun 1958, setelah melalui musyawarah dan koordinasi dengan pemerintah daerah, lahan seluas 300 hektar di Banyupoh dibagikan kepada para penggarap. Masing-masing menerima 90 are untuk ladang dan 6 are untuk pekarangan rumah, dengan ketentuan khusus untuk mereka yang bekerja di lahan eks Ang Te Kwath.

Pembangunan dan Perkembangan

Sejak tahun 1958, berbagai infrastruktur mulai dibangun di Banyupoh, termasuk sekolah, pasar desa, dan balai desa. Sekolah pertama didirikan pada 1 Oktober 1958, dan pada awal tahun 1964, dipindahkan ke lokasi yang sekarang menjadi SD Banyupoh No. 1.

Para petani di Banyupoh mulai mencetak sawah dan membentuk organisasi subak pada tahun 1959. Organisasi ini, yang awalnya bernama Subak Tua, berkembang menjadi beberapa tempekan (kelompok kecil), dengan jumlah anggota mencapai lebih dari 190 orang.

Banyupoh tidak luput dari bencana alam. Pada tahun 1963, letusan Gunung Agung membawa krisis ekonomi dan kekurangan pangan. Peristiwa ini diikuti oleh krisis politik pada tahun 1965 dengan insiden G30S/PKI yang menyebabkan keributan di seluruh Indonesia, termasuk Banyupoh.

Pada tahun 1966, Banyupoh secara resmi diakui sebagai desa dinas dan dibagi menjadi dua banjar: Banjar Banyupoh dan Banjar Kertakawat. Selain itu, desa adat Banyupoh juga terbentuk, lengkap dengan pura kahyangan tiga, yaitu Pura Desa, Pura Segara, dan Pura Dalem.

Pemimpin Desa dan Perkembangan Selanjutnya

Desa Banyupoh telah dipimpin oleh beberapa kepala desa sejak tahun 1966. Berikut adalah daftar kepala desa Banyupoh:

1. I Putu Dangu (1966-1968)

2. Ida Ketut Darma (1968-1978)

3. Ketut Sanggra (1978-1989)

4. I Ketut Seten (1989-1997)

5. I Nyoman Westen (1997-1998) – sebagai PJS

6. Kadek Suama (1998-2004)

7. Putu Sukerata (2004-2005) – sebagai PJS

8. Made Suarsana (sejak 2005)

Pada tahun 1988, tanah pasar dan lokasi balai desa disertifikasi untuk memastikan kepemilikan yang sah. Bantuan dari pemerintah juga mempercepat pembangunan, termasuk pembangunan los pasar pada tahun 1991.

Penutup

Desa Banyupoh telah melalui perjalanan panjang dari hutan belantara menjadi komunitas yang berkembang. Berkat keberanian dan kerja keras para pendiri dan penduduk awal, Banyupoh kini menjadi desa yang makmur dengan infrastruktur yang memadai dan kehidupan sosial yang harmonis. Semangat gotong royong dan kerja keras tetap menjadi nilai-nilai utama yang menjaga desa ini terus berkembang.

   

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!