![]() |
pixabay.com |
Pada tanggal 21 Juni 2024, umat Hindu memperingati Purnama Mala Sadha yang bertepatan dengan Wuku Wayang. Dalam kepercayaan Hindu Bali, hari ini dianggap sebagai hari yang sangat cemer, di mana aktivitas tertentu seperti melukat (upacara pembersihan diri dengan air) dan keramas (mencuci rambut) tidak disarankan.
Menurut Lontar Purwaning Tattwa Wariga, juga disebut Dina Gamya adalah ketika rahina Sukra Wage Wuku Wayang (Dina Kala Paksa) bertemu dengan rahina Purnama. Pada hari ini, umat diimbau untuk tidak melakukan kegiatan yang berkaitan dengan air suci, termasuk melukat dan keramas.
Para sulinggih (pendeta Hindu) juga disarankan untuk tidak melakukan upacara keagamaan (mapuja) tetapi beryoga sebagai gantinya. Selain itu, umat tidak melakukan Panca Yadnya (lima jenis upacara keagamaan utama).
Penjelasan Ida Pandita Kebayan
Dalam penjelasan yang dikutip dari video TikTok @budiwibawa.190973, Ida Pandita Kebayan menjelaskan bahwa Sukra Wage Wuku Wayang, yang jatuh pada 21 Juni 2024, adalah hari ketika Dewa Siwa dikalahkan oleh putranya sendiri, Bhatara Kala.
Kejadian ini menyebabkan air menjadi tidak suci (cemer), dan penggunaan air tersebut untuk melukat atau keramas dapat mengurangi kesucian seseorang dan menghilangkan taksu (kekuatan spiritual).
Oleh karena itu, pada hari Purnama Mala Sadha ini, umat disarankan untuk tidak melakukan upacara pembersihan diri dengan air.
Makna Purnama Mala Sadha
Purnama Mala berarti purnama yang tidak bersih. Meskipun setiap purnama biasanya dianggap sebagai hari yang baik, perhitungan wariga menunjukkan bahwa tidak semua purnama ayu (baik). Khususnya pada hari Sukra Wage Wuku Wayang yang bertemu dengan Purnama Mala Sadha, hari ini dianggap sangat cemer dan umat dianjurkan untuk tidak melakukan upacara pembersihan.
Pantangan dan Rekomendasi pada Purnama Mala Sadha
Selain pantangan melukat dan keramas, umat Hindu juga dianjurkan untuk melakukan tindakan pencegahan tertentu, seperti membuat tapak dara di ulu hati menggunakan pamor (kapur sirih). Tapak dara ini dibuat di ulu hati seluruh anggota keluarga.
Umat juga dianjurkan mencari daun tulak yang kemudian dibuat tapak dara menggunakan pamor dan ditempatkan di gerbang rumah, kamar, dan merajan (tempat pemujaan keluarga).
Selain itu, besok paginya, sarana penolak bahaya seperti pandan berduri yang telah diselipkan di pintu masuk rumah pada malam sebelumnya dikumpulkan dan ditempatkan di atas sidi sebagai simbol keberhasilan dalam menyelamatkan diri.
Pandan berduri tersebut kemudian dibuang di depan rumah dengan diiringi doa permakluman untuk membuang segala noda, kotoran, penderitaan, dan bencana.
Meskipun pada Purnama Mala Sadha pantang untuk melakukan pelukatan dan upacara pembersihan, umat Hindu tetap bisa menjalankan ritual lainnya yang tidak melibatkan air, seperti beryoga dan membuat tapak dara untuk melindungi diri dan keluarga dari pengaruh negatif.
Dengan memahami makna dan pantangan pada Purnama Mala Sadha, umat Hindu dapat menjalankan ajaran agama dengan bijak, sesuai dengan tuntunan tradisi dan keyakinan yang diwariskan oleh leluhur. (TB)