Setra Badung, yang terletak di Denpasar, Bali, dikenal sebagai salah satu pemakaman yang unik di pulau ini. Dengan luas lebih dari 1 hektar, pemakaman ini dibagi oleh sebuah jalan yang membentang dari Barat ke Timur. Jalan tersebut terdiri dari dua bagian, yaitu Jalan Imam Bonjol di bagian depan dan Jalan Batukaru yang mengapit kedua area pemakaman ini.
Di Jalan Batukaru, terdapat dua makam yang sangat dikeramatkan: Makam Putri Raja Pemecutan yang memeluk Islam dengan nama Dewi Siti Khotijah, dan makam seorang tentara Jepang bernama Tuan Miura Djo.
Sosok Tuan Miura Djo
Tuan Miura Djo adalah seorang warga Jepang yang datang ke Bali. Ia wafat pada 7 September 1945. Dalam sejarahnya, Tuan Miura dikenal sebagai satu-satunya pasukan Jepang yang membelot dan mendukung tentara Indonesia selama masa penjajahan Jepang. Berbeda dengan kebanyakan tentara pada masanya, Tuan Miura tidak berjuang dengan senjata, melainkan dengan cinta kasih.
Joe Miura, lahir pada zaman Meiji 20 (1888) di Sendai, Prefektur Miyagi, Jepang. Pada usia 20-an tahun, ia merantau ke Makassar (sekarang Ujung Pandang) di Pulau Sulawesi untuk menjalankan usaha toko impor. Tidak lama kemudian, ia pindah ke Pulau Bali dan mendirikan sebuah perusahaan perdagangan serta toko sepeda yang dikenal dengan nama “Toko Sepeda Tuan Jepang”.
Dalam menjalankan usahanya, Joe Miura tidak membedakan antara pekerja Jepang dan masyarakat Bali, sehingga ia mendapatkan kepercayaan dan rasa hormat dari penduduk lokal. Mereka bahkan menjulukinya sebagai “Manajer Besar Miura”.
Masa Penjajahan Jepang di Bali
Pada tanggal 9 Februari 1942, pasukan Jepang mulai menduduki Pulau Bali. Pada masa itu, banyak warga Jepang di Indonesia yang dipaksa kembali ke Jepang oleh pasukan Belanda. Joe Miura, yang juga kembali ke Jepang, dipanggil kembali ke Bali oleh militer Jepang untuk menjadi penerjemah dan pemandu.
Ia kemudian diangkat sebagai penasihat untuk administrasi militer di Bali. Dalam perannya, Miura mendirikan perusahaan ekspor ternak sapi dan babi bernama “Miura Firm” atas permintaan militer Jepang.
Pengabdian kepada Masyarakat Bali
Miura dikenal sebagai sosok yang adil dan penuh kasih sayang. Banyak masyarakat Bali yang datang kepadanya untuk mencari nasihat dan bantuan dalam menghadapi perlakuan semena-mena dari tentara Jepang. Miura membantu mengatasi masalah regulasi antara masyarakat Bali dan militer Jepang. Dalam catatan harian Kolonel Horiuchi, disebutkan bahwa keberhasilan administrasi militer di Bali banyak disebabkan oleh kepercayaan penduduk lokal kepada Joe Miura.
Kembali ke Jepang dan Kembali Lagi ke Bali
Setelah kondisi di Bali stabil, administrasi militer diserahkan kepada warga sipil. Joe Miura kembali ke Jepang karena sakit dan merencanakan strategi untuk mendukung kemerdekaan Indonesia bersama sukarelawan lainnya.
Meskipun mengetahui risiko besar yang mengancam keselamatannya, Miura memutuskan kembali ke Bali pada Desember 1944 di tengah kampanye kemerdekaan yang dipimpin oleh Soekarno. Ia kemudian menjadi Sekretaris Jenderal dari Asosiasi Persekutuan Pendirian Sunda Kecil.
Akhir Hidup yang Heroik
Pada bulan Agustus 1945, ketika pasukan sekutu bersiap menyerang Bali, Joe Miura mengundang keluarga bangsawan, pejabat tinggi, dan teman dekatnya untuk mengadakan jamuan perpisahan. Beliau menyadari bahwa sebagai representasi pemerintahan Jepang, ia tidak bisa memenuhi janji untuk membantu kemerdekaan Indonesia.
Dengan rasa malu dan kehormatan sebagai seorang samurai, Miura memutuskan untuk mengakhiri hidupnya sendiri. Pada sore hari tanggal 7 September 1945, ia bunuh diri dengan pistol, meninggalkan wasiat yang meminta maaf kepada masyarakat Indonesia atas penderitaan yang ditimbulkan selama penjajahan Jepang.
Warisan yang Abadi
Pemakaman Joe Miura dihadiri oleh sekitar 10.000 orang Bali, termasuk pasukan sekutu Australia-Belanda yang menghormati upacara tersebut. Miura, seorang Kristen yang sejati dan pasifis, dikenang sebagai sosok yang penuh kasih sayang dan keadilan. Pengabdian dan kedermawanannya menjadikannya dihormati oleh masyarakat Bali.
Penghormatan untuk Tuan Miura
Meskipun Tuan Miura telah lama wafat, makamnya tetap menjadi tempat yang sering dikunjungi. Warga lokal dan juga tamu dari Jepang kerap datang untuk memberikan penghormatan. Mereka biasanya menaburkan bunga dan memberikan penghormatan sebagai bentuk rasa terima kasih atas bantuan yang pernah diberikan oleh Tuan Miura pada masa penjajahan. Banyak dari pengunjung ini adalah keturunan dari orang-orang yang pernah dibantu oleh Tuan Miura.
Keunikan Setra Badung
Selain makam Tuan Miura Djo, Setra Badung juga terkenal karena letaknya yang strategis dan bersejarah. Dengan jalan Batukaru yang membelah dua area pemakaman, Setra Badung menjadi tempat yang penuh dengan nilai historis dan spiritual. Keberadaan makam-makam keramat seperti Makam Putri Raja Pemecutan dan Tuan Miura menambah nilai budaya dan sejarah pemakaman ini.
Setra Badung bukan hanya sekedar tempat peristirahatan terakhir bagi para almarhum, tetapi juga menjadi saksi bisu dari sejarah perjuangan dan kasih sayang. Kisah Tuan Miura Djo adalah contoh nyata bagaimana cinta kasih dapat melampaui batas-batas kebangsaan dan masa, meninggalkan warisan yang dihormati hingga kini.
Dengan berbagai kisah dan peninggalan sejarah, Setra Badung terus menjadi salah satu tempat yang dihormati dan dikunjungi di Bali. Makam Tuan Miura Djo, khususnya, mengingatkan kita bahwa cinta kasih dan kemanusiaan adalah nilai-nilai yang abadi dan selalu relevan dalam setiap zaman. (TB)