Sejarah Pura Luhur Candi Narmada Tanah Kilap, Berawal dari Kaul Seorang Nelayan

Author:
Share

Pura Luhur Candi Narmada Tanah Kilap adalah salah satu pura yang memiliki sejarah panjang dan penting di Bali. Pura ini dikenal tidak pernah sepi dari pamedek (umat yang bersembahyang), yang kebanyakan adalah nelayan dan pedagang. 

Berlokasi di perbatasan Kabupaten Badung dan Kota Denpasar, tepatnya di Muara Tukad Badung di Jalan Bypass I Gusti Ngurah Rai Denpasar, pura ini menjadi pusat spiritual dan tempat memohon kemakmuran bagi masyarakat sekitar.

Asal Usul dan Sejarah Pura

Menurut IB Made Sudana, Pemangku Pura Luhur Candi Narmada dilansir dari website Kota Denpasar, sejarah pura ini tercatat dalam lontar yang ditemukan di Griya Gede Gunung Beau Muncan, Karangasem. 

Berdasarkan lontar tersebut, pada zaman pemerintahan Kerajaan Bandana Raja, hiduplah seorang nelayan bernama Pan Santeng di pesisir bagian selatan Pulau Bali. Kehidupan sehari-hari Pan Santeng bergantung pada hasil tangkapan ikannya di muara sungai yang menghadap ke Laut Selatan Bali.

Pada suatu hari, Pan Santeng mengalami nasib buruk karena tidak mendapatkan ikan selama tiga hari berturut-turut. Pada hari ketiga, ia pun mengucapkan janji masesangi (kaul) bahwa jika mendapatkan ikan, ia akan menghaturkan pekelem (sesajen khusus). 

Doanya terkabul dan ia akhirnya membangun sebuah palinggih (tempat pemujaan) di atas batu karang, tempat ia setiap hari menghaturkan bhakti.

Setelah beberapa waktu, Pan Santeng mendapat sabda bahwa pelinggih tersebut adalah tempat stana Ida Brahma Putri dari Patni Keniten yang bernama Ida Ayu Ngurah Saraswati Swabhawa. Sejak itu, palinggih tersebut menjadi pusat pemujaan dan dihormati oleh para nelayan dan penduduk setempat.

Perkembangan Pura Luhur Candi Narmada

Selama berabad-abad, Pura Luhur Candi Narmada tetap berupa pelinggih batu sederhana di atas karang. Pada tahun 1958, seorang ibu dari Kuta menerima pewisik (wahyu) untuk membangun sanggar agung di kawasan pelinggih Ratu Nihang Sakti. Sanggar agung ini kemudian dibangun, dan pura mulai banyak dikunjungi oleh masyarakat dari seluruh Denpasar maupun luar Denpasar.

Secara perlahan, pembangunan Pura Luhur Candi Narmada semakin berkembang dengan tambahan beberapa gedong dan bangunan lainnya. Saat ini, kompleks pura meliputi berbagai pelinggih dan bangunan, seperti:

– Bale Kulkul

– Palinggih Ratu Gede Bendega

– Gelung Kuri dan Peletasan

– Pelinggih Padmasana

– Pelinggih Meru dan Negara Segara

– Pelinggih Berada Rambut Sedana

– Pelinggih Penglurah

– Pelinggih Bhatara Wisnu

– Pelinggih Ratu Bagus

– Pelinggih Jineng

– Pelinggih Bhatari Nihang Sakti

– Gedong Simpen dan Telaga Waja

– Bale Peselang

Pelinggih-pelinggih tersebut berada di utama mandala Pura Luhur Tanah Kilap. Di areal palemahan, terdapat dua pelinggih lain yaitu Pelinggih Persimpangan Bhatara Dalem Peed di sebelah timur dan Pura Taman dan Tapa Gni di sebelah barat. 

Tempat Pemedek Memohon Anugerah

Pura Luhur Candi Narmada Tanah Kilap menjadi tempat penting bagi para nelayan dan pedagang untuk memohon anugerah dan kemakmuran. Ida Ratu Bhatari Nihang Sakti, yang diyakini berstana di pura ini, dikenal sebagai Dewi Kemakmuran. 

Oleh karena itu, banyak umat yang datang untuk bersembahyang dan memohon berkah dalam kehidupan sehari-hari mereka.

Kesimpulan

Pura Luhur Candi Narmada Tanah Kilap bukan hanya tempat suci dengan sejarah panjang, tetapi juga pusat spiritual yang terus berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. Dengan berbagai pelinggih dan bangunan suci yang ada, pura ini tetap menjadi tempat penting bagi masyarakat Bali, khususnya bagi para nelayan dan pedagang yang mencari berkah dan kemakmuran dalam hidup mereka. 

Demikianlah sejarah singkat dan makna spiritual Pura Luhur Candi Narmada Tanah Kilap yang terus menjadi pusat aktivitas keagamaan dan budaya di Denpasar. (TB)

   

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!