Sejarah Pura Segara Rupek Bali, Tempat Beryoga Mpu Siddhimantra yang Memisahkan Jawa dengan Bali

Author:
Share

Pura Segara Rupek adalah salah satu situs suci yang memiliki makna spiritual dan sejarah penting dalam kebudayaan Bali. Pura ini dikenal sebagai tempat beryoga (semadhi) oleh Mpu Siddhimantra dalam upaya memohon kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa, agar alam semesta tetap harmonis, khususnya seluruh tanah Bali dan Jawa. 

Pura Segara Rupek berlokasi di kawasan Taman Nasional Bali Barat, tepatnya di Desa Sumberklampok, Kecamatan Grokgak, Kabupaten Buleleng, Bali. Dilansir dari berbagai sumber, inilah sejarah pura tersebut.

Penemuan Pura Segara Rupek

Pura Segara Rupek baru ditemukan pada tanggal 8 April 2001 oleh sekelompok 21 orang yang melakukan napak tilas untuk menemukan keberadaan Segara Rupek yang asli. Penelusuran ini dilakukan berdasarkan tuntunan sastra lontar, perhitungan geografis, dan keyakinan spiritual. 

Penemuan ini diketuai oleh Ida Bhatara Lepas Ida Rsi Agung Pinatih bersama Dr. I Gusti Lanang Made Rudiartha, MHA, serta dibantu oleh penasehat pemangku Pura Gua Besakih, I Gusti Mangku Kubayan Manik Arjawa.

Sebelumnya, Paiketan Semeton Mahakerthawarga Danghyang Bang Manik Angkeran Siddhimantra telah melakukan napak tilas namun gagal menemukan lokasi yang tepat. Upaya yang dilakukan pada tahun 2001 ini akhirnya berhasil menemukan lokasi Segara Rupek sesuai dengan sastra lontar dan keyakinan spiritual.

Restorasi Pura Segara Rupek

Pada tanggal 6 Juni 2005, Pura Segara Rupek direstorasi atas inisiatif dan kepedulian dari berbagai pihak, termasuk para Pengayah, para Pemangku, para Wiku, para Pemedek, para Pasemetonan Mahakertawarga Danghyang Bang Manik Angkeran Siddhimantra, serta dukungan dari Puri Agung Ubud dan Puri lainnya. Restorasi ini juga mendapat dukungan dari Bupati Buleleng pada saat itu, sehingga Pura Segara Rupek bisa kembali difungsikan sebagai tempat suci yang layak.

Legenda dan Makna Spiritual

Sejarah berdirinya Pura Segara Rupek bersumber dari babad atau lontar yang berjudul “Indik Segara Rupek”. Menurut cerita, Mpu Siddhimantra melakukan semadhi untuk memohon keselamatan dunia atau alam semesta. Ia memiliki seorang anak bernama Dang Bang Manik Angkeran yang dipersembahkan sebagai pengabdi Sang Naga Raja di Besakih, Bali.

Dalam yoga semadinya, Mpu Siddhimantra dititahkan untuk menggores tanah dengan tongkatnya tiga kali. Aksi ini menyebabkan tanah bergoncang dan membelah daratan, sehingga terbentuklah Pulau Bali yang terpisah dari Pulau Jawa. Peristiwa ini menghasilkan Selat Bali atau yang dikenal sebagai Segara Rupek.

Kejadian ini diperkirakan terjadi sekitar abad ke-11 atau sekitar tahun 1050 M. Cerita ini juga menyebutkan bahwa Danghyang Siddhimantra memiliki genta sakti yang bisa memanggil Ida Sang Naga Raja, penguasa Bali yang beristana di Gua Besakih (Gunung Agung). Berkat kesaktiannya, Mpu Siddhimantra bisa mengabulkan berbagai keinginan dengan bantuan Sang Naga Raja, termasuk anugerah berupa emas murni dan seorang putra yang bernama Ida Bang Manik Angkeran.

Namun, anaknya, Ida Bang Manik Angkeran, terjerumus dalam perjudian dan akhirnya mencuri genta sakti milik ayahnya. Ia menuju Besakih untuk mendapatkan harta dari Sang Naga Raja. Setelah permintaannya dipenuhi, ia memotong ekor Sang Naga Raja yang penuh permata, menyebabkan kemarahan Sang Naga Raja dan akhirnya membakar Manik Angkeran hingga meninggal.

Setelah mengetahui anaknya meninggal, Mpu Siddhimantra memohon kepada Sang Naga Raja untuk menghidupkan kembali anaknya. Sebagai tanda kesepakatan, permata di ekor Sang Naga Raja dipindahkan ke kepala. Manik Angkeran dihidupkan kembali dan dijadikan abdi di Pura Besakih dengan gelar Dang Hyang Bang Manik Angkeran, yang bertugas mengatur upacara di Pura Besakih.

Misi Mpu Siddhimantra

Mpu Siddhimantra kemudian kembali ke Jawa. Dalam perjalanan, ia khawatir jika anaknya kembali ke Jawa dan mengulang perbuatan buruknya. Ia beryoga samadhi memohon kepada Sang Hyang Siwa dan Sang Hyang Baruna Geni agar tanah Jawa, Bali, dan seluruh semesta mendapat kerahayuan (kesejahteraan) dan kebahagiaan.

Dalam semadhinya, ia mendapat sabda bahwa Jawa akan mencapai kewibawaan dan Bali tetap rahayu. Ia dititah untuk menggoret tanah tiga kali dengan tongkatnya di tanah sempit yang kini menjadi Selat Bali, agar Jawa dan Bali tetap harmonis.

Pura Segara Rupek hingga kini menjadi tempat yang penting dalam kebudayaan Bali, tempat di mana setiap tahun dipersembahkan yadnya (upacara) bertingkat untuk menjaga keharmonisan antara Pulau Jawa dan Pulau Bali.

Demikianlah sejarah dan makna spiritual Pura Segara Rupek, tempat suci yang menjadi saksi pemisahan daratan Bali dan Jawa serta menjadi simbol harmoni antara kedua pulau. (TB)

   

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!