![]() |
Pura Meduwe Karang/Sumber: Website Pemkab Buleleng |
Pura Meduwe Karang di desa Kubutambahan, Kecamatan Kubutambahan, Buleleng, Bali adalah sebuah tempat suci yang erat kaitannya dengan pertanian, demikianlah yang diungkapkan oleh para penyiwi dan pengamong pura yang dapat dipercaya. Pendapat ini juga didukung oleh Dr. R. Goris dalam karyanya yang berjudul “Bali Atlas Kebudayaan”.
Dikutip dari Buku “Pura Meduwe Karang” oleh I Gusti Bagus Ngurah Ardjana, BA, dan Putu Kusumada, BA (1979/1980), nama “Meduwe Karang” sendiri terdiri dari dua kata. “Meduwe” berasal dari bahasa Bali yang berarti “memiliki”, sedangkan “karang” mengacu pada tanah atau tegalan. Jadi, Pura Meduwe Karang dapat diartikan sebagai tempat suci yang memiliki tanah atau tegalan. Pura ini dikenal erat hubungannya dengan para petani, terutama petani tanah kering dan pemilik kebun.
Para Petani sebagai Pelaksana Utama
Para petani, baik yang bertani di tanah kering maupun di kebun, menjadi pelaksana utama dari segala kegiatan di Pura Meduwe Karang. Mereka adalah bagian dari Desa “Petegak” Kubutambahan, yang terdiri dari sekitar 37 keluarga.
Namun, untuk menggali lebih dalam sejarah Pura Meduwe Karang, sama sulitnya dengan menggali sejarah kesenian tradisional Bali. Data-data otentik sulit ditemukan karena keengganan orang Bali dan Indonesia pada umumnya untuk mencatat peristiwa yang terjadi atas diri mereka sendiri. Oleh karena itu, informasi diperoleh melalui wawancara dengan informan yang dapat dipercaya dan penelitian dari “Babad” (silsilah).
Asal Mula Pura Meduwe Karang
Berdasarkan penelitian dan wawancara dengan informan, serta tulisan dalam Babad Pura Meduwe Karang, diketahui bahwa berdirinya Pura Meduwe Karang di Desa Kubutambahan berkaitan dengan perkembangan penduduk Desa Bulian. Desa Bulian, yang terletak sekitar 7 kilometer di selatan Kubutambahan, merupakan desa tua di pegunungan dengan Pura Delod Guwuh sebagai tempat suci utama.
Seiring bertambahnya jumlah penduduk, muncul kebutuhan akan sandang, pangan, dan lapangan kerja yang semakin sulit di Desa Bulian. Hal ini mendorong sebagian penduduk untuk pindah ke arah utara, menuju pantai, dan menetap di Kubutambahan yang lebih subur dan datar.
Pembangunan Pura Meduwe Karang
Kedatangan penduduk baru di Kubutambahan membawa kebutuhan akan tempat ibadah yang lebih dekat. Karena medan yang sulit menuju Desa Bulian, mereka memutuskan untuk membangun pura sendiri di tempat tinggal baru mereka. Inilah awal mula berdirinya Pura Meduwe Karang, tempat suci yang menjadi pusat kegiatan spiritual dan keagamaan bagi penduduk Kubutambahan.
Kesimpulan
Pura Meduwe Karang adalah cerminan dari hubungan erat antara masyarakat pertanian dengan kegiatan keagamaan dan spiritual. Berdirinya pura ini tidak lepas dari perjalanan sejarah dan perubahan sosial di Desa Kubutambahan.
Dengan terus menjaga dan merawat warisan budaya ini, masyarakat Kubutambahan memastikan bahwa nilai-nilai kearifan lokal dan spiritual tetap terjaga dan diwariskan kepada generasi selanjutnya. (TB)