Desa Penarukan, terletak di kecamatan Kerambitan, Kabupaten Tabanan, provinsi Bali, merupakan sebuah tempat yang kaya akan sejarah dan warisan budaya. Menelusuri sejarah sebuah desa, termasuk Penarukan, tidak hanya memberi kita pemahaman tentang asal-usulnya, tetapi juga tentang akar tradisi dan nilai-nilai yang dipegang teguh oleh penduduknya.
Sejarah Desa Adat di Bali
Sebelum berkembangnya pemerintahan dinas di Bali, pulau ini diperintah oleh sistem pemerintahan yang dipengaruhi oleh kerajaan Hindu. Perkembangan ini terjadi semenjak kedatangan Empu Kuturan ke Bali, pada masa pemerintahan suami istri, Raja Dharmadayana Udayana Warmadewa dan permaisuri Gunapriyadharmapatni.
Empu Kuturan memperkenalkan konsep Kahyangan Tiga, desa Adat, dan Tri Hita Karana sebagai fondasi bagi desa adat di Bali. Namun, puncak keemasan desa adat terjadi setelah kedatangan Dang Hyang Dwijendra atau Ida Pedanda Sakti Wau Rawuh pada sekitar tahun 1489 Masehi, pada masa pemerintahan Dalem Waturenggong.
Desa Penarukan: Asal-Usul dan Pembentukannya
Desa Penarukan, sebelumnya dikenal sebagai Desa Tarukan, memiliki sejarah yang kaya akan legenda dan cerita-cerita masa lalu. Sekitar tahun 1700 Masehi, beberapa penduduk pertama mulai menempati wilayah ini. Konon, orang pertama yang datang ke Penarukan adalah seorang pekarian yang menyamar sebagai orang kebanyakan yang disebut Ralimula. Mereka ini menjadi pelopor pembentukan desa dengan merintis wilayah hutan dan mengubahnya menjadi daerah yang layak dihuni.
Kemudian, seorang tokoh dari keturunan Arya Sentong tiba di Desa Penarukan. Tokoh ini, yang dikenal sebagai Ki Pengompean, merupakan pimpinan desa pertama. Kedatangannya memberi nama “Tarukan” kepada desa ini, mengacu pada rerabasan atau kayu-kayu yang sudah dirabas di wilayah tersebut.
Berkembangnya desa tidak lepas dari kedatangan beberapa kelompok warga, seperti keturunan Bendesa Mas, Pasek Gelgel, Pasek Peraupan, Pulasari, Arya Gedung Arta, dan Warih Ida Dang Hyang Dwijendra. Mereka membentuk masyarakat Desa Penarukan yang beragam dan kaya akan sejarah.
Ki Pengompean, sebagai pemimpin pertama Desa Penarukan, memimpin pembentukan Kahyangan Tiga, sebuah konsep penting dalam tradisi Bali. Ia dipercayai menerima petunjuk dari seorang Brahmana untuk mendirikan Kahyangan Tiga di tempat yang memiliki tiga karakteristik utama: sumber air yang tak pernah kering, tanah yang subur, dan tanah yang harum. Inilah yang menjadi fondasi bagi kehidupan spiritual dan budaya masyarakat Penarukan.
Keturunan Ki Pengompean masih dipercayakan sebagai pemimpin spiritual di Kahyangan Tiga hingga hari ini, menegaskan kontinuitas dan keberlanjutan tradisi dalam masyarakat Desa Penarukan.
Kesimpulan
Desa Penarukan adalah cerminan dari keberagaman budaya dan kearifan lokal yang melekat erat pada sejarah Bali. Dari asal-usulnya yang kaya akan legenda hingga pembentukan masyarakat yang beragam, Penarukan terus menghidupkan dan merawat tradisi-tradisi leluhurnya. Dengan demikian, desa ini bukan hanya sebuah tempat, tetapi juga sebuah warisan berharga yang perlu dijaga dan dilestarikan untuk generasi mendatang. (TB)