Sejarah Desa Sengkidu Karangasem, Berasal dari Pintu Keluar Pemukiman Menghadap ke Selatan

Author:
Share
 
Desa Sengkidu, yang terletak di Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem, Bali. Memiliki sejarah unik terkait dengan tata letak pekarangan rumah penduduknya di masa lampau. 
Dilansir dari berbagai sumber, konon, pada zaman dahulu, mayoritas rumah di desa ini memiliki gerbang atau pintu pekarangan yang menghadap ke arah selatan, yang dalam bahasa setempat disebut “kidul.” 
Dari sinilah nama “Sengkidu” berasal, yang merupakan gabungan dari kata “Seng” yang berarti pintu pekarangan (diambil dari kata “Song”) dan “Kidu” yang berarti selatan. 
Secara filosofis, arah pekarangan yang menghadap selatan mencerminkan konsep keseimbangan dalam kehidupan masyarakat Hindu di Bali. Dengan pekarangan mengarah ke laut (teben), maka bagian hulu secara alami menghadap ke utara, tempat Gunung Agung berada. 
Gunung ini dianggap sebagai tempat suci dan pusat spiritual oleh umat Hindu di Bali. Namun, seiring perkembangan zaman dan meningkatnya jumlah penduduk, pola pekarangan di Desa Sengkidu mengalami perubahan yang disesuaikan dengan kondisi lingkungan dan kebutuhan masyarakat.  
 
Salah satu tradisi terbesar di Desa Sengkidu adalah upacara Usaba Sambah, yang diadakan setiap tahun pada Purnama Sasih Kelima di Pura Puseh Desa Sengkidu. Upacara ini menjadi momen sakral yang selalu dinantikan oleh masyarakat setempat, karena memiliki nilai spiritual yang tinggi serta keunikan dalam pelaksanaannya.  
Salah satu aturan yang harus dipatuhi oleh seluruh peserta upacara adalah larangan menggunakan alas kaki saat memasuki area pura. Baik itu sandal maupun sepatu, semuanya tidak diperbolehkan, kecuali bagi anak-anak yang masih dalam gendongan orang tua mereka. 
Larangan ini telah diwariskan dari generasi ke generasi, meskipun tidak ada catatan pasti kapan aturan tersebut mulai diterapkan. Secara filosofis, larangan penggunaan alas kaki dalam upacara ini melambangkan bentuk bakti kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa, serta sebagai simbol permohonan kesehatan dan keselamatan. 
Dengan kaki langsung menyentuh tanah, masyarakat percaya bahwa mereka lebih dekat dengan unsur Pertiwi, salah satu unsur dalam Panca Maha Bhuta yang diyakini memiliki energi alami untuk menyeimbangkan tubuh, seperti pijat refleksi.  
Secara administratif, Desa Sengkidu berbatasan dengan beberapa desa dan wilayah lain di sekitarnya, yaitu:  
– Utara: Desa Ngis dan Desa Nyuhtebel  
– Selatan: Selat Lombok  
– Barat: Desa Manggis  
– Timur: Desa Nyuhtebel  
Dengan sejarah dan tradisinya yang kuat, Desa Sengkidu tetap mempertahankan identitas budayanya meskipun terus mengalami perkembangan. Warisan leluhur yang masih dijaga dengan baik menjadikan desa ini salah satu kawasan yang menarik untuk dipelajari dan dikunjungi. (TB)
       

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!