Makna Ong dan Om, Aksara Suci dalam Agama Hindu

Author:
Share

Aksara
Ong dan Om sangat disucikan dalam agama hindu. Dimana aksara ini dianggap
sebagai yang menghidupkan manusia. Kata Ong dan Om lahir sebagai sebuah
identitas dari kebudayaan, agama, filsafat, seni dan sebagainya.

Dirjen
Bimas Hindu Prof. Dr. Drs. I Nengah Duija, M.Si., mengatakan, manusia adalah
wujud dari aksara Ongkara. Dalam kajian filosofi dan linguistik, Ong dan Om
menurutnya adalah Aksara menghidupkan manusia, manusia menghidupkan aksara
(aksara uriping jadma-jadma nguriping aksara).

“Aksara
ini yang membuat badan halus kita menjadi badan yang secara materiil bisa kita
lihat pada kenyataannya. Aksara ini yang membuat manusia memiliki nafas,
memiliki bayu, prana, dan manusia juga yang menghidupkan aksaara,” kata Prof
Duija dalam Seminar Ong dan OM dalam Kajian Filosofi dan Linguistik yang
digelar Jumat, 31 Maret 2023.

Semua
ujung dari aktivitas di semesta ini akan menuju Ongkara yang merupakan pusat
atau tujuan setiap makhluk di dunia ini termasuk manusia. Oleh karena itu
Ongkara ini adalah bagian dari intisari kehidupan kita.

Tubuh
manusia sesugguhanya dibagi dua, setengah disebut sasoring
utama yaitu setengah dibawah utama angga dan setengah
adalah saluiring utama angga yaitu seetengah di atas angga
utama dan keduanya tidak bisa dipisahkan.

“Dalam
tubuh kita ada Ongkara ngadeg dan nyungsang. Pertemuan Ongkara ngadeg dan
sungsang menyebabkan manusia bisa hidup. pada pangkal leher adalah ujung
ongkara ngadeg, bertemu dengan ongkara sungsang, itu sebabnya pada setiap diri
manusia bagian bawah dan atas, sama – sama sebagai pangkal, sementara bagian ujung
– ujungnya adalah bagian tengah,” jelasnya.

Utama
angga adalah bagian tubuh manusia yang dibagi menjadi 4 oleh sang hyang parama
wisesa, yang menciptakan manusia sejati. “Makanya ketika orang meninggal,
pada kajang-nya ada ongkara ngadeg dan ongkara nyungsang, dan aksara ang
ah dibalik. Ketika manusia hidup aksaranya adalah ang ah, sedangkan manusia
mati, dibali menjad ah ang, “ ujarnya.

Manusia
adalah Ongkara sendiri. Rambutnya sebaga nada, kepala sebagai windu, bahu
sebagai ardha candra, badan sebagai aksara U kara. “Itulah yang dilambangkan
sebagai personifkasi aksara. Rupa sastra ada di dalam prana, nafas manusia,
ketika nafas itu ada, maka manusia disebut hidup. Dan prana inilah yang harus
dijaga, sehingga jaya prana, nafas yang menang. Kaalau sudah memiliki prana
disebut atangi, kalau nafass tidak ada, namanya layon sari,” imbuhnya.

Sementara
itu, Rektor UHN IGB Sugriwa Prof. Dr. Drs. I Gusti Ngurah Sudiana, M.Si., mengatakan
aksara Bali adalah aksara sakti. Banyak pendapat di masyarakat masih simpang
siur berkaitan dengan aksara Om dan Ong. Menurutnya, dalam prasasti agulingan
menyebutkan adanya Om. Dalam prasasti yang masih muda juga ditemukan aksara Om.

PHDI
tahun 1959 mensepakati bahwa Om adalah aksara suci Ida Sang Hyang Widhi Wasa
dan aksara suci Agama Hindu. Sehingga ketika menyusun Tri Sandhya menggunakan
Om. “Aksara Om diganti menjadi Ong pada TV, perlu dikaji lagi,” ujarnya.

Dalam
seminar tersebut juga menghadirkan Pembicara Prof. Dr. I Nyoman Suarka dari
Universida Udayana, I Putu Eka Guna Yasa dari WikiAksara, Sugi Lanus seorang
Filolog, dan Made Suarbhawa dari Balai Arkeologi. (TB)

   

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!