Serba-serbi Gunung Agung Bali #1: Kisah Nyata Pendaki Alami Hal Mistis, Mencium Masakan Enak, Lumpuh hingga Tersesat 24 Jam

Author:
Share
Ist

Kali
ini telusurbali.com akan membahas secara khusus tentang serba-serbi Gunung
Agung Bali yang dikumpulkan dari berbagai sumber. Ulasan ini akan dibuat dalam
beberapa seri, dan ini adalah seri pertama tentang Gunung Agung di Bali. Jika
ada kekeliruan, mohon diberikan saran dan masukan di kolom komentar.

Untuk
diketahui, Gunung Agung merupakan gunung yang sangat disucikan oleh umat Hindu
di Bali dan merupakan gunung tertinggi di Bali dengan ketinggian 3.142 mdpl.
Gunung ini terletak di kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem, Bali.
Di lereng Gunung Agung terdapat Pura Besakih, yang merupakan salah satu Pura
terpenting di Bali.

Gunung
Agung merupakan gunung api yang aktif dan terakhir mengalami erupsi tahun 2017 –
2018 lalu. Gunung ini termasuk tipe stratovulkan yang memiliki kawah yang
sangat besar dan sangat dalam yang kadang-kadang mengeluarkan asap dan uap
air. 
Di
balik kemegahan Gunung Agung ini, ada beberapa cerita mistis yang dialami oleh
pendaki. Ada yang tiba-tiba kaku, bahkan ada pula yang tersesat.

Dilansir
dari Kompas.com, para pendaki Gunung Agung ini tak hanya umat Hindu
di Bali. Para pendaki bisa mencapai puncak gunung sakral ini lewat dua jalur
populer, yakni Pura Agung Besakih dan Pura Pasar Agung.

Pemandu
Pendakian Gunung Agung, Komang Kayun kepada KompasTravel mengatakan saat
mendaki Gunung Agung ini, tak sedikit orang yang melanggar tata krama dan
peraturan adat. Hal itu berujung pada terjadinya hal-hal mistis di luar nalar.

Dirinya
pun mengaku sering melihat sendiri hal-hal mistis yang dialami oleh pendaki
yang melanggar. Misalnya ada pendaki membawa daging sapi saat mendaki. 
Ketika
mendaki ada angin yang menghalangi mereka naik. Bahkan seperti sampai tidak
bisa jalan.
 

Ia
mengatakan, ada pula pendaki yang membawa emas dan di jalan tubuhnya seperti
lumpuh. Pendaki tersebut mengalami kelelahan yang luar biasa. Bukan seperti
kram, tapi kelelahan sampai tak bisa gerak. “Keajaiban ini kami (para pemandu
Gunung Agung) yang menyaksikan, bukan saya sendiri,” kata Komang.

Hal
mistis ini juga dikisahkan seorang pendaki perempuan bernama Ayu. Pendaki
wanita itu mengadakan event Trail Running di Gunung Agung dengan
rute Pura Pasar Agung – Puncak – Pura Besakih – Balai Desa Sebudi. Saat ikut
event itu, diketahui salah satu peserta tersesat setelah melewati puncak. Beruntung
sepanjang pendakian terdapat sinyal ponsel, sehingga pendaki tersebut melapor
kepada panitia dan memberitahukan posisinya.

“Hampir
24 jam pencarian, dari cuaca yang awalnya cerah, tiba-tiba hujan deras dan
tertutup kabut. Kami melakukan sembahyang di Pura Besakih, memohon agar
dipermudah dan dilancarkan proses evakuasi,” kata Ayu. 
Selanjutnya,
oleh salah satu pemangku, diminta agar melakukan upacara di dua pura yang
mengapit Gunung Agung yakni Besakih dan Pasar Agung.

Namun
karena dana yang terbatas, Ayu dan kawan-kawan memang hanya melakukan upacara
di area Pura Pasar Agung. Sedangkan musibah yang terjadi masuk dalam wilayah
Pura Besakih. “Kalau sampai kenapa-kenapa atau amit-amit si korban meninggal,
panitia harus menyiapkan dana yang lebih besar untuk upacara pembersihan,”
kisahnya.

Peserta
yang tersesat tersebut pun akhirnya berhasil dievakuasi. Si peserta bercerita
bahwa saat usai melewati puncak, tiba-tiba kabut menghadang. Ia pun terpeleset
dan terus mengarah ke jalur yang tidak semestinya.

“Oh
ya, kata pemangku adat, biasanya kalau ada orang hilang atau celaka di Gunung Agung biasanya
karena orang itu kotor. Entah kotor seperti apa yang dimaksud. Mungkin salah
satunya niatnya tidak baik, atau berbuat yg enggak-enggak,” tutup Ayu.

Memang
awalnya Ayu dan kawan-kawan tidak percaya akan hal mistis semacam itu. Akan
tetapi, setelah kejadian itu mereka pun akhirnya percaya jika setiap agama
punya kepercayaan masing-masing yang agama lain tidak bisa bantah.

Sementara
itu, dilansir dari Bali Express, salah seorang pemandu pendaki Gunung Agung, Wayan
Tegteg juga menceritakan kisah mistis yang pernah dialaminya. Ia mulai
jadi pemandu pada Maret 2000 dan diusianya hingga kepala enam, ia masih
kuat.

Menurut
Tegteg, Gunung Agung punya karakter berbeda dengan gunung lain di Bali maupun
di Nusantara. Hal ini dikarenakan selalu menorehkan cerita mistis. Secara
niskala, ada saja hal-hal di luar logika dialami Tegteg dan para pendaki. Sehingga
Tegteg selalu mewanti-wanti para pendaki agar menjaga norma-etika selama
menaiki puncak.

Tegteg
pernah mendengar suara air dituangkan dari teko ke gelas, namun tak satu pun di
antara mereka ada yang minum air. Apalagi perlengkapan tidak ada yang
dikeluarkan dari tas. Karena itu, pendaki diminta istirahat.

Menurut
Tegteg, sekecil apapun tanda yang dirasakan, artinya pendaki diminta untuk
berhenti atau tidak memaksa melanjutkan perjalanan. “Kita harus percaya bahwa
ada penghuni lain. Tanda-tanda itu peringatan. Dulu saya tidak menghiraukan,
setelah itu saya tersandung hampir jatuh,” kata lelaki kelahiran 1965 ini.

Pernah
juga kejadian, pendaki mencium aroma masakan yang sangat enak. Masalahnya sama,
tidak ada orang yang memasak. Apalagi mereka berada di tempat yang jauh dari
pemukiman warga, jadi sangat mustahil. Tegteg lagi-lagi meminta pendaki untuk
jaga perilaku saat mendaki. Menurutnya, pendaki harus memikirkan kepercayaan
dan logika harus berjalan seirama. (TB)



 

   

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!