Desa Lalanglinggah merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Selemadeg Barat, Kabupaten Tabanan, Bali. Meskipun tidak terdapat catatan pasti mengenai waktu pendiriannya, desa ini diyakini telah ada sejak masa kerajaan di Bali.
Sejarahnya lebih banyak didasarkan pada cerita lisan dari para sesepuh serta jejak perjalanan spiritual di wilayah tersebut. Nama Lalanglinggah dipercaya berasal dari kondisi geografisnya pada masa lampau, yang dipenuhi oleh hamparan rumput ilalang luas.
Awalnya, desa ini lebih dikenal dengan nama Gading Wani, yang berkaitan erat dengan Pura Gading Wani. Berdasarkan kisah turun-temurun, pura ini memiliki keterkaitan dengan perjalanan suci Danghyang Nirartha (Danghyang Dwijendra) di Bali.
Salah satu kisah yang berkembang menyebutkan bahwa kunyahan sirih beliau jatuh di tempat ini dan tumbuh menjadi pohon besar bernama pohon kunyit, yang hingga kini masih berdiri di sekitar pura. Keberadaan sungai besar bernama Tukad Balian juga menjadi bagian dari sejarah desa.
Tukad ini diyakini memiliki kekuatan penyembuhan, sebagaimana diceritakan bahwa Danghyang Nirartha pernah menancapkan tongkatnya di bagian hulu dan menyuruh masyarakat membersihkan diri di hilir, yang seketika menyembuhkan mereka dari berbagai penyakit.
Pada zaman Kerajaan Tabanan, wilayah Lalanglinggah merupakan bagian dari sistem pertahanan kerajaan, terutama sebagai perbatasan dengan Jembrana. Seorang perbekel ditugaskan untuk mengawasi daerah ini, yang saat itu masih berupa hutan belantara dengan sedikit pemukiman.
Dalam catatan Belanda (Adrechtbundels, 1934), wilayah ini disebut sebagai desa Gading Wani, yang berperan penting dalam menjaga jalur perdagangan dan perjalanan ke pesisir.
Pada abad ke-16, terjadi perubahan besar di desa ini. Dengan keputusan Raja Tabanan, masyarakat dari berbagai desa seperti Kerambitan, Selemadeg, Bajera, dan Lumbung mulai bermigrasi ke daerah ini.
Mereka diberikan tanah garapan sekitar 3 hektar per kepala keluarga, sehingga permukiman semakin berkembang dan tersebar ke berbagai wilayah, termasuk Suraberata, Selabih, Bangkyang Jaran, Beja, dan Bukit Tumpeng.
Sebagai hasil dari urbanisasi tersebut, desa ini akhirnya mendapatkan nama baru, yakni Lalanglinggah. Pemimpin pertama yang tercatat dalam sejarah desa adalah Bendesa Ajin Tantra dari Dusun Selabih, yang menjabat pada periode 1917–1935.
Seiring waktu, kepemimpinan desa beralih ke berbagai tokoh, termasuk Pan Garba dari Yeh Bakung (1935–1944), Pan Loji dari Lalanglinggah (1944–1949), serta I Wayan Jegog dari Lalanglinggah (1949–1959).
Pada masa pemerintahan berikutnya, struktur administratif desa semakin berkembang. Pemerintah mendefinitifkan 12 banjar dinas sebagai bagian dari Desa Lalanglinggah, meliputi:
1. Br. Dinas Lalanglinggah
2. Br. Dinas Suraberata
3. Br. Dinas Desaanyar
4. Br. Dinas Daren
5. Br. Dinas Mekayu
6. Br. Dinas Beja
7. Br. Dinas Yeh Bakung
8. Br. Dinas Bangkyang Jaran
9. Br. Dinas Bukit Tumpeng
10. Br. Dinas Selabih Wanasari
11. Br. Dinas Selabih Tengah
12. Br. Dinas Selabih Pangkung Kuning
Pada tahun 1973, kepemimpinan desa beralih ke I Ketut Guleh dari Selabih Tengah, yang kemudian digantikan oleh I Nyoman Suma pada tahun 1979. Masa kepemimpinan selanjutnya mengalami perubahan struktural di mana nama Banjar Dinas diubah menjadi Dusun/Banjar.
Perkembangan desa semakin pesat, terutama saat I Made Gina menjabat sebagai Kepala Desa (1987–1998) dan I Ketut Latera (1998–2007), yang memimpin pemekaran Br. Dinas Suraberata menjadi tiga bagian pada tahun 2000.
Pada tahun 2007, Desa Lalanglinggah mengalami pemekaran lebih lanjut dengan terbentuknya Desa Selabih sebagai desa baru. Pemimpin desa selanjutnya, I Putu Suantara (2007–2013), dan I Nyoman Parwata Aryanto (2013–2019), terus melanjutkan administrasi dengan 11 banjar dinas yang saat ini menjadi bagian dari Desa Lalanglinggah.
Sejarah Desa Lalanglinggah mencerminkan perjalanan panjang dari sebuah wilayah perbatasan kerajaan hingga menjadi desa yang berkembang pesat di Tabanan. Dari mitos yang berkaitan dengan perjalanan suci hingga perubahan administratif yang signifikan, desa ini terus tumbuh seiring dengan perkembangan zaman. (TB)