![]() |
Istimewa |
Bali kehilangan salah satu maestro seni drama gong dengan wafatnya I Gusti Putu Mungkreg atau yang lebih dikenal dengan nama panggung Gangsar. Seniman kelahiran 31 Desember 1944 ini menghembuskan napas terakhirnya pada Rabu, 11 Juli 2018, pukul 11.30 WITA setelah menjalani perawatan di rumah sakit pada usia 74 tahun.
Gangsar merupakan tokoh ikonik dalam dunia lawak drama gong. Ia sering tampil berduet dengan Gingsir, menciptakan kombinasi humor yang digemari penonton.
Selain itu, ia juga kerap berpartner dengan Ida Bagus Pudjana, yang lebih dikenal dengan nama Komang Apel, dalam berbagai pementasan. Kariernya sebagian besar dijalani di bawah naungan Sekaa Drama Gong Bhara Budaya, tempat ia berkolaborasi dengan seniman besar lainnya seperti Wayan Lodra, Gede Yudana alias Raja Buduh, dan Ketut Tarma alias Dolar.
Selain itu, ia juga pernah tampil dalam Drama Gong Bintang Bali Timur bersama Dabdab, Kiul, Luh Sukerti, Mongkeg, dan Wayan Lodra.
Sebagai seniman asal Banjar Bindu, Desa Mekar Bhuana, Kecamatan Abiansemal, Badung, Gangsar telah memberikan kontribusi besar terhadap dunia seni pertunjukan di Bali. Selama bertahun-tahun, ia menghibur masyarakat dengan gaya lawaknya yang khas dan tak terlupakan.
Penampilannya yang terakhir tercatat pada akhir tahun 2017, sebelum akhirnya kesehatannya menurun. Kepergian Gangsar meninggalkan duka mendalam bagi keluarga dan dunia seni di Bali. Ia meninggalkan istri tercinta, I Gusti Ketut Lodri, serta empat orang anak yakni Gusti Ayu Rumasni (53), Gusti Ayu Mastrini (50), Gusti Ayu Yudiani (47), dan Gusti Ayu Nuryati (45). Selain itu, ia juga meninggalkan empat cucu dan dua cicit yang menjadi bagian dari warisannya.
Sebagai bentuk penghormatan terakhir, upacara pelebon atau pengabenan digelar pada 20 Juli 2018. Kepergian Gangsar menjadi kehilangan besar bagi dunia seni drama gong, tetapi karyanya akan tetap hidup di hati para penggemar dan generasi penerus. (TB)