Hari Penampahan Galungan menjadi momen istimewa, apalagi bagi mereka yang lahir pada Selasa Wage wuku Dungulan.
Dalam tradisi Hindu Bali, kelahiran pada hari tersebut memiliki makna dan ramalan tersendiri berdasarkan wariga, urip, dan pal Sri Sedana.
Otonan, yang jatuh setiap 210 hari menurut kalender Bali, menjadi waktu yang tepat untuk merenungi perjalanan hidup dan potensi masa depan.
Berdasarkan perhitungan tradisional, Selasa memiliki nilai urip 3 dan Wage bernilai 4.
Jika dijumlahkan, total uripnya adalah 7. Dalam sistem wariga Bali, urip 7 ini menunjukkan bahwa jatah umur orang yang lahir pada hari ini adalah 42 tahun.
Namun, angka ini bukan mutlak, sebab doa, karma, dan kebajikan juga sangat mempengaruhi panjang pendeknya umur seseorang.
Menilik dari tabel Sri Sedana, atau peruntungan hidup berdasarkan umur, terdapat beberapa fase kehidupan yang menarik.
Pada usia 0 hingga 6 tahun, nilai 4 menunjukkan masa kecil yang penuh kebahagiaan.
Namun, saat menginjak usia 7 sampai 12 tahun, nilainya menurun ke angka 1 yang berarti masa-masa sulit secara ekonomi.
Fase remaja, yaitu umur 13 sampai 18 tahun, kembali cerah dengan nilai 4 yang menunjukkan keberuntungan dan kegembiraan.
Sayangnya, masa dewasa awal, khususnya usia 25 sampai 30 tahun, digambarkan sebagai masa yang penuh tantangan, bahkan didera penderitaan, karena mendapatkan nilai 0.
Kondisi mulai membaik di usia 31 sampai 36 tahun dengan nilai 2, mencerminkan penghasilan yang cukup.
Tetapi di usia 37 hingga 42 tahun, kembali diuji dengan nilai 0 yang mengindikasikan potensi masalah kesehatan atau kesulitan hidup lainnya.
Karakter orang yang lahir pada wuku Dungulan umumnya dikenal berhati lembut, dermawan, dan senang menolong. Mereka juga memiliki rasa cinta terhadap hal-hal baik dan kebajikan.
Meskipun penghasilan sering kali kecil, namun sifat pengasih dan ringan tangan membuat mereka disenangi banyak orang.
Di sisi lain, mereka juga dikenal mudah terpancing amarah dan terkadang memiliki keinginan besar terhadap hal-hal yang dimiliki orang lain.
Meski demikian, wariga dan perhitungan ini tidak bersifat mutlak.
Semua tergantung pada bagaimana seseorang menjalani hidupnya—dengan usaha, ketulusan, serta doa yang tidak putus.
Ramalan hanyalah petunjuk, sedangkan jalan hidup sejati berada di tangan kita sendiri. (TB)