![]() |
Desa Pinggan terletak di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Bali. Desa ini menawarkan pemandangan indah Gunung Batur yang menjulang megah. Selain keindahan alamnya, Pinggan juga menyimpan sejarah panjang yang berkaitan dengan perjalanan spiritual dan kebudayaan di Bali.
Salah satu peninggalan bersejarah di desa ini adalah Pura Dalem Balingkang, yang memiliki keterkaitan erat dengan kisah cinta Raja Bali dan seorang putri keturunan Tionghoa, Kang Cing Wie.
Pada zaman dahulu, Raja Bali jatuh hati dan menikahi seorang putri dari keluarga saudagar asal Tiongkok, Kang Cing Wie. Pernikahan ini menuai kontroversi karena perbedaan budaya dan keyakinan. Beberapa patih kerajaan bahkan menentang keputusan sang raja.
Salah satu patih yang paling menentang memilih untuk mengasingkan diri dan bertapa. Dalam pertapaannya, ia memohon kepada para dewa agar memberikan hukuman kepada sang raja yang dianggap melanggar tradisi.
Tak lama setelah itu, Gunung Batur meletus dengan dahsyat, diikuti hujan badai yang berlangsung selama tiga puluh tujuh hari. Bencana ini memicu banjir lahar serta merebaknya penyakit di seluruh wilayah Kintamani. Para penasihat kerajaan menafsirkan peristiwa ini sebagai tanda kemarahan para dewa terhadap pernikahan raja dengan putri dari negeri seberang.
Dalam situasi genting itu, Putri Kang Cing Wie mendekati sang raja dan membisikkan sebuah saran—agar rakyat segera mengungsi ke suatu daerah yang lebih aman. Tempat itu diberi nama Ping An, yang dalam bahasa Tionghoa berarti selamat. Anehnya, mereka yang pindah ke sana benar-benar selamat dari bencana.
Seiring berjalannya waktu, lidah masyarakat Bali mengalami kesulitan dalam melafalkan nama Ping An, sehingga akhirnya tempat tersebut dikenal sebagai Desa Pinggan hingga saat ini.
Sebagai bentuk penghormatan kepada permaisurinya, Raja Bali kemudian membangun sebuah pura di desa ini dengan nama Pura Dalem Balingkang. Keunikan pura ini terletak pada dominasi warna merah dan kuning, menyerupai ornamen khas kelenteng atau vihara Tionghoa.
Pura ini juga dikenal dengan sebutan Linggih Ratu Mas Ayu Subandar, tempat pemujaan bagi masyarakat Tionghoa Bali yang memohon berkah kepada Ratu Kang Cing Wie.
Kini, Pura Dalem Balingkang menjadi saksi bisu akulturasi budaya antara Bali dan Tiongkok, sekaligus mengingatkan bahwa cinta dan kebijaksanaan mampu menyatukan perbedaan. (TB)