Bali Darurat Narkoba, Pj. Gubernur Serukan Perang Total, Desa Adat Garda Terdepan

Author:
Share
Bali semakin terjerat dalam ancaman narkotika. Peredaran gelap dan penyalahgunaan narkoba di Pulau Dewata kian mengkhawatirkan, melibatkan warga lokal maupun asing dengan modus operandi yang semakin canggih. Menyikapi situasi ini, Pj. Gubernur Bali, S.M. Mahendra Jaya, menyerukan perang total terhadap narkoba, mengajak seluruh elemen masyarakat untuk terlibat aktif dalam upaya pencegahan dan pemberantasan.  
Dalam Forum Koordinasi Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan serta Peredaran Gelap Narkoba (P4GN) di Kantor Gubernur Bali, Rabu 5 Februari 2025, Mahendra Jaya menegaskan bahwa pemerintah tidak bisa bekerja sendirian. Ia menekankan pentingnya gerakan kolektif, yang ia sebut sebagai ‘Ngrombo’, untuk memutus rantai peredaran narkoba.  
“Narkoba ini bukan sekadar kejahatan biasa, ini adalah ancaman nyata bagi generasi muda kita. Kita harus melibatkan semua elemen, mulai dari pemerintah, desa adat, hingga masyarakat luas, agar tidak ada celah bagi peredaran barang haram ini,” tegasnya.  
Mahendra Jaya menyoroti peran strategis desa adat dalam menekan penyalahgunaan narkoba. Menurutnya, desa adat memiliki otoritas dan kedekatan dengan masyarakat yang dapat dimanfaatkan dalam pengawasan serta pemberian sanksi bagi pelaku. “Desa adat bisa mengeluarkan perarem (aturan adat) yang tegas. Jika ada yang terlibat narkoba, harus ada sanksi keras,” katanya.  
Ia juga menegaskan bahwa kejahatan narkotika sejajar dengan korupsi dan terorisme karena dampaknya yang merusak generasi bangsa. “Tidak bisa hanya pendekatan biasa. Kita harus melakukan tindakan tegas, baik secara preventif, penindakan hukum, maupun rehabilitasi bagi para pecandu,” ujarnya.  
Sementara itu, Kepala BNN Provinsi Bali, Brigjen Pol. Rudy Ahmad Sudrajat, mengungkap fakta mencengangkan terkait peredaran narkoba di Bali. Ia menyebut bahwa sindikat narkotika internasional semakin gencar menjadikan Bali sebagai pusat transaksi, bahkan menjadikan vila-vila wisata sebagai laboratorium pembuatan narkoba.  
“Tahun 2024 saja, kami telah mengungkap tiga laboratorium narkotika di Bali yang melibatkan WNI dan WNA. Ironisnya, peredaran ini kerap dibarengi dengan pesta seks,” ungkapnya.  
Ia juga menyoroti kondisi lapas yang sudah kelebihan kapasitas akibat banyaknya narapidana kasus narkoba. Hingga Januari 2025, lapas di Bali mengalami over kapasitas hingga 186%, dengan lebih dari 3.735 warga binaan, di mana 50% di antaranya adalah pelaku kejahatan narkotika.  
“Ini menunjukkan betapa seriusnya permasalahan narkoba di Bali. Kami butuh langkah konkret untuk menangani ini, bukan hanya sekadar wacana,” tegasnya.  
Sebagai langkah nyata, pemerintah bersama BNN menggalakkan program Desa Bersinar (Desa Bersih Narkoba) agar pengawasan bisa lebih ketat hingga ke tingkat desa. “Kita harus bergerak cepat. Jika tidak, Bali yang kita cintai akan semakin terpuruk dalam jeratan narkotika,” pungkasnya. (TB)
   

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!