TPA Suwung di Bali telah menjadi ikon sekaligus tantangan besar dalam pengelolaan sampah di Pulau Dewata. Berdiri sejak pertengahan 1980-an, fasilitas ini menampung ribuan ton sampah setiap harinya dari wilayah Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan.
Seiring waktu, TPA ini menghadapi persoalan serius mulai dari kelebihan kapasitas, pencemaran lingkungan, hingga kebakaran berulang. Kini, TPA Suwung memasuki babak akhir dengan rencana penutupan total pada akhir 2025.
Pembangunan TPA Regional Sarbagita Suwung dimulai pada tahun 1984, di atas lahan seluas 32,46 hektare di kawasan Suwung, Denpasar Selatan. Lokasi ini dipilih untuk melayani sistem pembuangan terpadu bagi empat daerah yang dikenal sebagai Sarbagita (Denpasar, Badung, Gianyar, Tabanan).
Dalam perencanaan awal, TPA ini dirancang dengan konsep sanitary landfill berkapasitas sekitar 1.000 ton sampah per hari. Namun, seiring pertumbuhan penduduk dan aktivitas ekonomi, volume sampah yang masuk meningkat drastis, mencapai 1.200 ton per hari pada dekade 2000-an.
Sejak 1985, warga sekitar TPA mulai merasakan dampak negatif berupa bau menyengat, polusi udara, serangan lalat, hingga asap akibat kebakaran tumpukan sampah. Konflik sosial sempat memuncak hingga menimbulkan aksi protes dan pemblokiran akses ke TPA.
Selain itu, metode open dumping yang digunakan membuat TPA Suwung cepat mengalami overload, dengan ketinggian gunungan sampah mencapai 35 meter.
Pada 2005, pemerintah sempat menggagas pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) berkapasitas 0,9 MW. Namun, rencana ini tidak kunjung terealisasi akibat hambatan teknis dan regulasi.
Lompatan besar terjadi pada Desember 2017, ketika pemerintah pusat mengalokasikan anggaran sekitar Rp250 miliar untuk menata ulang kawasan TPA. Proyek ini meliputi: Ecopark seluas 22,45 hektare dengan terasering, jogging track, dan ruang terbuka hijau. Area 10 hektare untuk sanitary landfill modern dan teknologi waste-to-energy. Fasilitas pengolahan air lindi dan gas metan seluas 5 hektare. Namun proyek ini tak berjalan mulus.
Antara 2018 hingga 2024, TPA Suwung mengalami sedikitnya enam kali kebakaran besar yang menimbulkan asap tebal dan mengganggu aktivitas warga. Situasi ini semakin memperburuk citra TPA dan memicu percepatan rencana penutupan.
Mulai November 2022, operasional TPA rencananya dikurangi dengan membangun tiga Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) di Kertalangu, Tahura, dan Padangsambian Kaja. TPST ini mengolah sampah menjadi Refused-Derived Fuel (RDF) untuk bahan bakar industri. Namun proyek ini gagal.
Gubernur Bali, Wayan Koster menetapkan penutupan permanen TPA Suwung pada akhir Desember 2025, dengan larangan menerima sampah organik sejak 1 Agustus 2025. Pemerintah pusat menargetkan penghentian total metode open dumping di seluruh Indonesia pada 2026.
Masyarakat didorong untuk mengelola sampah dari rumah melalui pemilahan organik dan anorganik.
Transformasi ini diharapkan mengakhiri ketergantungan Bali pada model TPA konvensional dan menuju sistem pengelolaan sampah yang lebih berkelanjutan. (TB)