Ketegangan politik di Kabupaten Pati memasuki babak baru. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Pati secara resmi membentuk Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket pada 13 Agustus 2025 untuk menyelidiki dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Bupati Sudewo. Langkah ini diambil di tengah situasi memanas pasca demonstrasi besar-besaran yang digelar ribuan warga dan mahasiswa.
Rapat paripurna DPRD Pati yang berlangsung pada hari itu memutuskan secara aklamasi penggunaan Hak Angket, sebuah instrumen pengawasan tertinggi DPRD yang dapat berujung pada usulan pemakzulan kepala daerah. Seluruh fraksi, termasuk PDIP, Gerindra, PKB, PKS, Demokrat, dan Golkar, menyatakan dukungan penuh terhadap langkah ini.
Pemicu utama krisis ini adalah kebijakan kenaikan tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) hingga 250 persen yang diterapkan pada Mei 2025. Meski Bupati Sudewo beralasan bahwa penyesuaian tarif diperlukan setelah 14 tahun tidak ada revisi, kebijakan itu langsung memantik kemarahan warga.
Protes semakin meluas ketika rekaman pernyataan Sudewo yang menyebut “5.000 silakan, 50.000 silakan” beredar di media sosial, ditafsirkan publik sebagai tantangan terhadap rencana demo. Meski ia sudah mengklarifikasi bahwa ucapannya hanya bentuk penegasan kebijakan, persepsi negatif terlanjur terbentuk.
Di luar isu PBB, sejumlah kebijakan lain juga memicu gejolak, termasuk pemecatan 220 pegawai RSUD Soewondo tanpa pesangon dan dugaan ketidaktransparanan dalam pengisian jabatan direktur rumah sakit serta pergeseran anggaran daerah 2025. Kombinasi isu ini memperkuat tuntutan publik untuk mencopot Sudewo dari kursi bupati.
Aksi demo besar yang berpusat di depan kantor DPRD dan Kantor Bupati Pati pada 13 Agustus berlangsung ricuh. Massa merobohkan gerbang, memecahkan kaca gedung DPRD, bahkan membakar mobil dinas kepolisian. Logistik aksi berupa makanan, minuman, dan perlengkapan terus mengalir dari warga desa-desa di sekitar Pati.
Kemarahan massa tidak mereda meski Sudewo sebelumnya telah membatalkan kenaikan PBB dan meminta maaf. Tuntutan bergeser menjadi pemakzulan atau pengunduran diri Bupati.
Berdasarkan keputusan rapat, Pansus Hak Angket DPRD Pati akan menyelidiki beberapa dugaan pelanggaran: Proses pengisian jabatan Direktur RSUD Soewondo, Pergeseran anggaran tahun 2025 tanpa persetujuan DPRD.
Dugaan pelanggaran sumpah jabatan dan perbuatan yang menimbulkan kegaduhan di masyarakat. Jika hasil penyelidikan Pansus menunjukkan adanya pelanggaran serius, DPRD akan mengusulkan pemakzulan kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri.
Mengacu pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (diubah dengan UU No. 9 Tahun 2015), proses pemakzulan melalui tahapan sebagai berikut:
- Pembentukan Pansus Hak Angket oleh DPRD untuk menyelidiki dugaan pelanggaran.
- Usulan pemberhentian diajukan ke Presiden melalui Mendagri jika terbukti terjadi pelanggaran berat seperti melanggar sumpah jabatan, tidak melaksanakan kewajiban, atau melakukan tindak pidana.
- Mahkamah Agung melakukan uji substansi untuk memverifikasi dugaan pelanggaran.
- Jika MA menyetujui, Mendagri wajib memberhentikan kepala daerah dalam waktu 30 hari.
Dengan mekanisme ini, keputusan akhir tetap berada di tangan pemerintah pusat setelah melalui kajian yuridis oleh Mahkamah Agung. (TB)