Pantai Lovina adalah salah satu destinasi wisata paling terkenal di Bali Utara, terletak sekitar 9 km sebelah barat Kota Singaraja. Kawasan ini menarik banyak wisatawan, bukan hanya karena keindahan pantainya yang masih alami, tetapi juga karena keberadaan lumba-lumba yang sering muncul di perairannya pada pagi hari.
Dengan menyewa perahu nelayan setempat, pengunjung dapat menyaksikan lumba-lumba yang berenang bebas di laut lepas, menjadikannya daya tarik utama bagi wisatawan lokal maupun mancanegara.
Nama “Lovina” sering diartikan sebagai gabungan dari kata “Love” dan “Ina”, yang dimaknai sebagai “Cinta Indonesia”. Namun, menurut pencetusnya, Anak Agung Panji Tisna, makna yang sebenarnya lebih dalam dan filosofis. “Love” dalam bahasa Inggris berarti kasih, sementara “Ina” dalam bahasa Bali berarti ibu. Oleh karena itu, Lovina dapat diartikan sebagai “Cinta Ibu” atau lebih luas sebagai “Cinta Ibu Pertiwi”.
Panji Tisna pertama kali mencetuskan nama Lovina pada tahun 1953, jauh sebelum istilah “INA” populer sebagai singkatan untuk kontingen Indonesia di Asian Games 1963. Nama ini kemudian berkembang menjadi identitas kawasan wisata yang kini mencakup beberapa pantai di dua kecamatan, yaitu Kecamatan Buleleng dan Kecamatan Banjar.
Pada tahun 1950-an, Anak Agung Panji Tisna melakukan perjalanan ke beberapa negara di Eropa dan Asia. Salah satu negara yang sangat mempengaruhinya adalah India, terutama setelah ia menghabiskan beberapa minggu di Bombay (sekarang Mumbai).
Di sana, ia melihat bagaimana masyarakat setempat mengembangkan pariwisata dengan memanfaatkan keindahan alam. Ia kemudian terinspirasi untuk membangun sebuah tempat peristirahatan di tanah miliknya yang terletak di Pantai Tukad Cebol, Buleleng.
Sekembalinya ke Bali pada tahun 1953, Panji Tisna mulai merealisasikan ide tersebut dengan mendirikan sebuah pondok sederhana yang diberi nama “Lovina”. Pondok ini awalnya memiliki tiga kamar tidur dan sebuah restoran kecil di tepi pantai, yang dirancang untuk menampung para pelancong atau wisatawan yang ingin menikmati suasana pantai yang tenang.
Namun, ide ini tidak serta-merta diterima oleh masyarakat dan pemerintah setempat. Banyak yang menganggap usaha ini terlalu dini, mengingat kondisi Bali Utara saat itu masih jauh dari pusat perkembangan pariwisata.
Selain itu, penggunaan nama “Lovina” sempat menuai kontroversi karena dianggap tidak mencerminkan budaya Bali, terutama karena dalam aksara Bali tidak terdapat huruf “v”. Pada tahun 1959, Panji Tisna memutuskan untuk menyerahkan pengelolaan Lovina kepada saudara sepupunya, Anak Agung Ngurah Sentanu.
Meski usaha ini terus berjalan, jumlah wisatawan yang datang masih sangat terbatas, kebanyakan hanya teman-teman Panji Tisna dari Amerika dan Eropa serta beberapa pejabat dan pengusaha lokal.
Tahun 1960 menjadi titik balik bagi ekonomi Singaraja setelah statusnya sebagai ibu kota provinsi dipindahkan ke Denpasar. Akibatnya, perkembangan pariwisata di Bali Utara sempat terhambat, sementara wilayah selatan, seperti Kuta dan Sanur, mulai berkembang pesat.
Pada tahun 1974, Panji Tisna kembali mencoba membangun hotel baru bernama “Tasik Madu” yang terletak sekitar 100 meter dari lokasi awal Lovina. Sayangnya, hotel ini hancur akibat gempa bumi yang melanda wilayah tersebut pada tahun 1976.
Sementara itu, pemerintah daerah menganjurkan agar nama Lovina tidak lagi digunakan untuk promosi wisata, dengan alasan bahwa nama tersebut tidak mencerminkan identitas budaya Bali. Sebagai gantinya, kawasan wisata di Bali Utara dianjurkan menggunakan nama-nama berakar budaya lokal seperti Kalibukbuk, Banyualit, dan lainnya.
Meskipun nama Lovina sempat dihapus dari peta pariwisata resmi, popularitasnya di kalangan wisatawan internasional tidak luntur. Agen perjalanan dan para pelaku industri pariwisata terus menggunakan nama Lovina untuk menarik wisatawan ke Bali Utara.
Akhirnya, pada tahun 1980, nama “Lovina” kembali dihidupkan, dan penginapan yang sebelumnya berganti nama menjadi “Permata Cottages” kembali menggunakan nama aslinya, yaitu Lovina Beach Hotel.
Kini, Lovina telah menjadi salah satu destinasi utama di Bali Utara, dengan berbagai fasilitas wisata yang terus berkembang. Kawasan ini mencakup beberapa pantai yang tersebar di berbagai desa, seperti Kalibukbuk, Banyualit, Anturan, Tukadmungga, Pemaron, Temukus, dan Kampung Baru.
Selain terkenal dengan atraksi lumba-lumbanya, Lovina juga menawarkan pesona bawah laut yang kaya, serta suasana yang lebih tenang dibandingkan dengan kawasan wisata di Bali Selatan.
Sejarah Lovina mencerminkan perjalanan panjang dalam mengembangkan pariwisata di Bali Utara. Meskipun menghadapi berbagai tantangan, baik dari segi ekonomi maupun penerimaan masyarakat, nama Lovina tetap bertahan dan bahkan semakin dikenal di dunia internasional.
Kini, Lovina tidak hanya menjadi destinasi wisata pantai yang menarik, tetapi juga simbol dari dedikasi Anak Agung Panji Tisna dalam memperkenalkan keindahan Bali Utara kepada dunia. (TB)