Pura Puja Dewata yang terletak di SP.1 Bumi Raya, Distrik Nabire Barat, Kabupaten Nabire, Papua Tengah, menjadi salah satu bukti nyata tumbuhnya keberagaman agama di tanah Papua.
Pura ini berdiri sebagai pusat persembahyangan umat Hindu di Nabire, sekaligus saksi sejarah perjalanan panjang komunitas Hindu sejak era transmigrasi hingga sekarang.
Jauh sebelum program transmigrasi dibuka di Nabire, sudah ada beberapa keluarga Hindu yang menetap di kota ini. Mereka sebagian besar berprofesi sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau pekerja proyek pemerintah.
Beberapa nama keluarga Hindu pertama yang tercatat di Nabire antara lain Keluarga I Wayan Gunadi, BA (1976), Lettu Pol I GK Purwadi (1975), dan Nengah Krinu, seorang kontraktor CV Otani yang terlibat dalam pembangunan asrama dan perumahan Batalyon 753 Arvita Nabire.
Tidak lama kemudian, hadir pula keluarga Hindu lain seperti Rai Artha, Nyoman Merthakirana, Nyoman Artha Wijaya, Ketut Suriadi, dan Ketut Mariana. Saat itu, kegiatan keagamaan seperti persembahyangan dan perayaan hari raya masih dilakukan di rumah masing-masing karena belum ada pura.
Pada akhir tahun 1982, pemerintah membuka Unit Pemukiman Transmigrasi di Kalibumi dan Wanggar, yang terdiri dari SP.1 Bumi Raya, SP.2 Kali Semen, SP.3 Wadio, Wanggar SP.A Wiraska, SP.B Wanggar Sari, SP.C Bumi Mulia, dan Karadiri.
Dalam rombongan transmigrasi ini terdapat sejumlah umat Hindu dari Jawa dan Bali, seperti Hadi Jiwanto, Wagiran, Mbah Sukro, Mbah Teguh, Mbah Subur, Mbah Pardi, Mbah Samin, Mbah Kromo, dan Sujari.
Kehadiran mereka memperluas komunitas Hindu di Nabire, yang sebelumnya hanya terkonsentrasi di wilayah kota. Interaksi antara umat Hindu transmigran dan umat Hindu yang sudah lebih dulu tinggal di Nabire pun mulai terjalin erat.
Seiring dengan bertambahnya jumlah umat Hindu, dibentuklah Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kabupaten Nabire, sebuah organisasi keagamaan yang dipimpin oleh I Wayan Gunadhi, BA.
PHDI menjadi wadah pembinaan umat sekaligus motor penggerak dalam mewujudkan cita-cita besar: membangun sebuah pura bersama. Ide ini muncul sebagai jawaban atas kebutuhan tempat ibadah permanen, sekaligus simbol persatuan umat Hindu di Nabire.
Dengan semangat gotong royong, umat Hindu di Nabire akhirnya mendirikan sebuah pura di kawasan SP.1 Bumi Raya. Pura ini diberi nama Pura Puja Dewata, yang kini menjadi pusat seluruh aktivitas keagamaan umat Hindu di Nabire dan sekitarnya.
Di pura inilah berbagai upacara besar digelar, termasuk Piodalan saat Hari Raya Kuningan, persembahyangan pada hari Purnama dan Tilem, serta perayaan Nyepi.
Selain itu, Pura Puja Dewata juga berfungsi sebagai ruang dialog antarumat beragama. Misalnya, pada perayaan Nyepi 2024, Keluarga Buddhayana Indonesia (KBI) Nabire melakukan kunjungan (anjangsana) ke pura ini sebagai bentuk toleransi dan persaudaraan lintas agama.
Kini, meski komunitas Hindu di Nabire tidak sebesar di Bali atau Jawa, Pura Puja Dewata tetap hidup sebagai pusat spiritual dan budaya. Keberadaannya menjadi simbol toleransi antarumat beragama di Papua, sekaligus menegaskan bahwa Hindu telah berakar kuat di berbagai penjuru nusantara, termasuk di tanah Papua. (TB)