Desa Blahkiuh merupakan wilayah Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung, Bali memiliki sejarah panjang yang berawal dari masa kekuasaan Kerajaan Mengwi. Pada abad ke-17, wilayah ini masih berupa hutan belantara sebelum akhirnya dibuka sebagai pemukiman.
Saat itu, daerah ini dikenal dengan nama Singasari dan dipimpin oleh seorang raja bernama I Gusti Putu Pacung, yang berasal dari keluarga bangsawan Kerajaan Mengwi. I Gusti Putu Pacung bukanlah pewaris utama tahta Mengwi, melainkan keturunan dari Cokorda Sakti Blambangan. Ia dianugerahi wilayah Singasari bersama 800 orang rakyat untuk membangun kerajaan kecil di daerah tersebut.
Setelah wafatnya, kepemimpinan beralih kepada putranya, I Gusti Agung Singasari. Pada masa kepemimpinan I Gusti Agung Singasari, terjadi konflik besar yang melibatkan Kerajaan Payangan dan Kerajaan Guliang. I Gusti Agung Singasari membantu pamannya, I Gusti Ngurah Pacung dari Payangan, dalam pertempuran melawan Cokorda Anom dari Guliang.
Dalam peperangan tersebut, meskipun mendapat dukungan dari penguasa Abiansemal, I Gusti Ngurah Dawuh, pasukan Payangan mengalami kekalahan dan terpaksa mundur ke Bukian, sementara pasukan Singasari kembali ke Carangsari. Situasi ini dimanfaatkan oleh I Gusti Ngurah Dawuh untuk menyerang Singasari yang saat itu ditinggalkan banyak prajuritnya.
Serangan tersebut berlangsung dengan sengit, mengakibatkan kehancuran Singasari dan kematian seluruh keluarga kerajaan. Dalam naskah Babad Mengwi disebutkan bahwa peristiwa ini menyebabkan wilayah kerajaan dipenuhi mayat, terutama di selatan puri, yang kemudian dikenal sebagai daerah “Sasahan”.
Setelah kehancuran Singasari, kepemimpinan diambil alih oleh I Gusti Agung Ngurah, adik dari I Gusti Agung Singasari. Namun, ia memilih untuk tidak tinggal di Singasari dan mendirikan pemukiman baru di Carangsari. Seiring berjalannya waktu, nama Singasari pun diubah menjadi Blahkiuh.
Dalam catatan sejarah, perubahan nama ini memiliki makna simbolis. Keadaan kacau setelah pertempuran menyebabkan wilayah ini disebut sebagai “sima balakewuh”, yang berarti daerah tanpa pemimpin tetap, sehingga masyarakat mengalami kesulitan. Dari sebutan itu, akhirnya lama-kelamaan berubah menjadi Blahkiuh.
Kini, Desa Blahkiuh secara administratif berada di Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung, dengan luas sekitar 4,07 km². Wilayah ini berada pada ketinggian 200 meter di atas permukaan laut dan memiliki tanah yang subur, sangat cocok untuk pertanian dan perkebunan.
Desa ini berbatasan dengan di tara Persawahan Subak Sangeh dan Desa Selat, di Timur Desa Punggul dan Sungai Yeh Adeng, di Selatan Desa Abiansemal, dan Barat Tukad Teh Penet dan Desa Ayunan. Blahkiuh juga diapit oleh dua sungai, yaitu Sungai Penet di sebelah barat dan Sungai Yeh Adeng di sebelah timur, yang mendukung sistem pertanian subak masyarakat setempat.
Blahkiuh memiliki tujuh banjar, yaitu:
1. Banjar Pikah
2. Banjar Benehkawan
3. Banjar Tengah
4. Banjar Delod Pasar
5. Banjar Kembangsari
6. Banjar Ulapan I
7. Banjar Ulapan II
Secara administratif, desa ini juga dibagi menjadi dua desa adat, yaitu Desa Adat Blahkiuh dan Desa Adat Pikah. Masing-masing desa adat memiliki peran penting dalam menjaga tradisi dan adat istiadat masyarakat.
Saat ini, Desa Blahkiuh menjadi pusat pemerintahan kecamatan, dengan infrastruktur yang telah berkembang pesat. Berjarak sekitar 17 km dari pusat Kabupaten Badung, desa ini memiliki fasilitas pemerintahan yang lengkap, termasuk kantor desa, sekolah, dan pasar tradisional.
Sejarah Desa Blahkiuh mencerminkan perjalanan panjang dari sebuah kerajaan kecil bernama Singasari hingga menjadi desa administratif yang berkembang pesat. Perubahan nama dan struktur kepemimpinan yang terjadi seiring waktu menunjukkan bagaimana sejarah dan budaya setempat tetap hidup dalam masyarakatnya. Hingga kini, Blahkiuh terus mempertahankan warisan sejarahnya sambil berkembang sebagai bagian dari Kabupaten Badung yang modern. (TB)