Sejarah Jimbaran Badung, Kisah Dua Bersaudara, Sri Batu Ireng dan Sri Batu Putih

Author:
Share

Jimbaran adalah sebuah kelurahan di wilayah Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Bali. Wilayah ini terdiri dari 12 banjar adat dan satu banjar dinas, yang berbatasan dengan Nusa Dua dan Bandara Internasional Ngurah Rai. 

Saat ini, Jimbaran dikenal sebagai kawasan pariwisata dengan pantai-pantai yang indah dan restoran seafood yang menjadi daya tarik utama, namun di masa lalu, kawasan ini adalah perkampungan nelayan dan petani yang sederhana.  

Nama “Jimbaran” berasal dari kata “Jimbar,” yang berarti luas. Makna ini selaras dengan kondisi geografisnya yang mencakup wilayah yang cukup luas. Sejarah nama ini diabadikan dalam lontar kuno dan prasasti yang disimpan di berbagai pura di Bali, termasuk Pura Dukuh Jimbaran.  

Menurut lontar Piagem Dukuh Gamongan, nama Jimbaran berakar pada kisah dua bersaudara, Sri Batu Ireng dan Sri Batu Putih, yang hidup pada masa pemerintahan Sri Astasura Ratna Bumi Banten di Kerajaan Bedahulu. Dikisahkan, Sri Batu Ireng mengunjungi kakaknya, Sri Batu Putih, yang tinggal di kawasan hutan luas bernama Jimbarwana. 

Ketidaksengajaan dan salah paham membuat keduanya terlibat dalam pertarungan sengit yang berlangsung di berbagai lokasi, seperti sungai yang kini dikenal sebagai Kali Batumabing, gua yang disebut Batumagwung, hingga sebuah tempat yang kemudian dinamai Pura Muaya.  

Setelah pertarungan panjang tanpa hasil, mereka akhirnya menyadari bahwa mereka adalah saudara kandung. Tempat rekonsiliasi mereka kini disebut Desa Kali, dan lokasi pertemuan tersebut menjadi saksi berdirinya Pura Ulun Swi sebagai simbol persaudaraan mereka.  

Peran Dalem Putih dalam membangun Jimbaran juga diceritakan dalam Prasasti Dalem Putih Jimbaran. Putra Dalem Putih, Dalem Petak Jingga, mendirikan beberapa pura penting di kawasan ini, seperti Pura Ulun Swi, Pura Kahyangan Pangulun Setra, dan Pura Dukuh. Kehidupan spiritual di Jimbaran sejak itu berkembang pesat, dengan keturunan Dalem Putih menjadi pemangku pura-pura tersebut.  

Jimbaran awalnya hanyalah hutan luas tanpa penghuni. Namun, seiring waktu, kawasan ini menjadi tempat tinggal penduduk, dengan hutan lebatnya diubah menjadi lahan pemukiman dan pertanian. Nama Jimbaran pun terus melekat, menggambarkan luasnya wilayah yang dahulu tidak berpenghuni.  

Sebagai desa adat yang awalnya dihuni nelayan dan petani, Jimbaran mulai berubah wajah ketika restoran seafood mulai bermunculan di pantainya. Dengan keindahan panorama pantai, tempat makan ini menjadi salah satu ikon pariwisata Bali. Selain itu, pembangunan hotel-hotel berbintang menambah daya tarik kawasan ini sebagai destinasi wisata kelas dunia.  

Hingga kini, Jimbaran tetap mempertahankan nilai-nilai tradisionalnya meski telah berkembang menjadi kawasan pariwisata modern. Pura-pura bersejarah seperti Pura Ulun Swi dan Pura Dukuh menjadi saksi perjalanan panjang kawasan ini, dari hutan luas hingga menjadi salah satu destinasi wisata utama Bali.  

Jimbaran adalah perpaduan unik antara warisan budaya dan modernitas, menjadikannya tempat yang tak hanya menarik bagi wisatawan, tetapi juga penting bagi pelestarian tradisi Bali. (TB)

   

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!