![]() |
Website Pemkot Denpasar |
Upacara Sapuh Leger merupakan ritual sakral yang dilaksanakan bagi mereka yang lahir pada Wuku Wayang. Menurut akademisi sekaligus dalang, Dr. Komang Indrawan, SSn. MFilH, atau yang akrab disapa Komang Gases, tradisi ini memiliki nilai teologi dan mitologi mendalam yang diwariskan oleh leluhur.
Dalam pandangannya, Sapuh Leger bukan sekadar ritual fisik, tetapi juga memiliki makna spiritual yang penting. “Ritual ini bertujuan untuk membersihkan tubuh secara lahiriah dan batiniah, serta menyelaraskan Bhuana Alit (mikrokosmos) dan Bhuana Agung (makrokosmos),” ungkap Komang Indrawan.
Bhuana Alit, yang merujuk pada tubuh manusia, diyakini dapat terpapar energi negatif yang perlu disucikan. Melalui Sapuh Leger, seseorang tidak hanya membersihkan tubuh secara fisik, tetapi juga menyucikan Kayika, Wacika, dan Manacika—yakni perbuatan, perkataan, dan pikiran.
Indrawan menegaskan bahwa upacara ini menjadi pengingat bagi individu untuk menjaga perilaku dan tindakan sehari-hari. “Melukat, mesudamala, atau upacara Sapuh Leger hanyalah simbol untuk mengingatkan diri. Tanpa pemahaman dan perubahan karakter, ritual tersebut tidak akan memberikan hasil yang maksimal,” tambahnya.
Secara harfiah, Sapuh berarti “membersihkan,” sementara Leger merujuk pada sesuatu yang kotor. Sehingga, upacara ini bermakna sebagai proses membersihkan diri dari energi negatif atau ketidakseimbangan yang melekat pada seseorang.
Komang Indrawan juga mengingatkan agar masyarakat tidak salah menafsirkan makna kelahiran di Wuku Wayang. Ia menjelaskan bahwa mereka yang lahir di Wuku Wayang bukanlah individu yang cacat atau memiliki nasib buruk, melainkan pribadi istimewa yang mendapatkan anugerah kekuatan sakti.
Dalam mitologi, kelahiran di Wuku Wayang bertepatan dengan pemberian anugerah oleh Ida Bhatara Siwa kepada Bhatara Kala. Mereka yang lahir pada Wuku Wayang identik dengan kekuatan sakti wisesa.
Oleh karena itu, Sapuh Leger membantu mengarahkan individu tersebut untuk mengendalikan emosi dan memanfaatkan kekuatan tersebut untuk hal-hal yang bermanfaat. Namun, jika ritual ini tidak dilakukan, hal tersebut tidak akan serta-merta membawa malapetaka.
“Apakah setelah melaksanakan Sapuh Leger semuanya akan berubah? Tidak selalu. Semua kembali pada karma wasana masing-masing individu. Ritual ini adalah wujud pelestarian budaya dan penghormatan kepada warisan leluhur,” tutup Indrawan.
Dengan demikian, Sapuh Leger bukan hanya ritual adat semata, tetapi juga mengandung pesan moral dan spiritual yang mendalam bagi setiap individu, khususnya mereka yang lahir pada Wuku Wayang. (TB)