Sosok Anak Agung Made Cakra Penyanyi Lagu Bungan Sandat, Maestro dan Pionir Lagu Pop Bali

Author:
Share
Istimewa
Anak Agung Made Cakra, maestro musik pop Bali, adalah sosok legendaris yang berjasa besar dalam perkembangan lagu pop Bali. Lahir di Banjar Alangkajeng, Desa Pemecutan, Denpasar Barat, pada 11 November 1928, Gung Cakra—begitu ia akrab disapa—memiliki talenta luar biasa dalam mencipta lagu yang menggambarkan kehidupan sehari-hari masyarakat Bali. Ia tidak hanya menciptakan karya seni yang memikat, tetapi juga menjadi pelopor rekaman lagu pop Bali pada masanya.
  
Sejak usia tujuh tahun, Gung Cakra telah menunjukkan minat besar pada musik, meskipun ia belajar secara otodidak. Tahun 1943, saat masih duduk di Sekolah Rakyat (SR), ia mengikuti lomba menyanyi lagu Jepang di Singaraja. 
Penampilannya yang memukau menarik perhatian seorang musisi Jepang, yang kemudian mengajarinya dasar-dasar musik secara formal. Setelah lulus dari SR, ia bekerja untuk pemerintah Jepang sambil terus mengasah bakat bermusiknya.
Pada tahun 1950, Gung Cakra mengumpulkan para pecinta musik di Denpasar dan mendirikan grup orchestra. Tiga tahun kemudian, grup ini mulai tampil di berbagai acara di sekitar Denpasar. 
Gung Cakra juga bergabung dengan sejumlah grup orkes keroncong ternama, seperti Puspa Teruna, Melati Kusuma, Merta Kota, dan Cendrawasih. Ia bahkan aktif bermain musik di RRI Stasiun Denpasar dan mendirikan grup orkes keroncong Fajar Baru.
  
Di antara karya-karyanya, lagu “Kusir Dokar” menjadi salah satu yang paling ikonik. Lagu ini, yang mulai dikenal luas pada tahun 1963, sering dimainkan oleh grup band Putra Dewata, yang didirikan oleh Gung Cakra dan rekannya. Keunikannya, alat-alat musik grup band ini dibuat sendiri oleh Gung Cakra menggunakan bahan-bahan sederhana yang tersedia di sekitarnya.
Pada tahun 1976, Gung Cakra mencatat sejarah sebagai pionir rekaman lagu pop Bali melalui Bali Record. Karya-karyanya seperti “Kusir Dokar,” “Bungan Sandat,” dan “Ada Kene Ada Keto” terus dikenang dan dinikmati hingga saat ini, membuktikan bahwa lagu-lagu tersebut memiliki tempat istimewa di hati masyarakat Bali.
  
Meski berasal dari kalangan bangsawan Bali, Gung Cakra justru menciptakan lagu-lagu yang dekat dengan kehidupan rakyat biasa, seperti sopir bemo dan kusir dokar. Bahkan, sebelum sepenuhnya menekuni musik, ia sempat menjalani profesi sebagai tukang cukur, menunjukkan kerendahan hati yang menjadi ciri khasnya.
  
Gung Cakra berpulang pada tahun 1999, meninggalkan jejak mendalam di dunia musik Bali. Dedikasinya dalam menciptakan lagu-lagu yang memotret realitas sosial menjadikannya tokoh yang tak tergantikan. Ia tidak hanya seorang musisi, tetapi juga inspirasi bagi generasi muda untuk terus melestarikan seni dan budaya Bali.
Dengan karya-karya yang terus dikenang, Anak Agung Made Cakra adalah simbol keabadian seni dalam kehidupan masyarakat Bali. (TB)
   

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!