Sejarah Kelurahan Panjer Denpasar, Berkaitan dengan Selir Seorang Raja

Author:
Share
Istimewa

Kelurahan Panjer adalah salah satu wilayah di Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar, Provinsi Bali. Berdasarkan data tahun 2016, kelurahan ini dihuni oleh 39.223 jiwa, yang terdiri dari 20.319 laki-laki dan 18.904 perempuan, dengan rasio jenis kelamin sebesar 107. 
Namun, di balik dinamika modern Panjer, terdapat kisah sejarah yang menarik dan sarat nilai budaya yang diwariskan dari masa lalu. Berikut adalah sejarah Kelurahan Panjer dilansir dari website resmi kelurahan.
  
Sejarah Panjer bermula dari kisah seorang raja bernama Arya Tegeh Kori, yang dikenal pula sebagai Arya Benculuk, penguasa Kerajaan Toh Jaya. Meski telah memiliki seorang permaisuri, sang raja menjalin hubungan dengan seorang selir bernama Luh Semi, putri dari Patih Dukuh Melandang. 
Hubungan ini akhirnya terungkap, memicu amarah permaisuri yang kemudian memerintahkan Patih Dukuh Melandang untuk membunuh anaknya sendiri, Luh Semi, demi menjaga kehormatan istana.  
Patih Dukuh Melandang membawa Luh Semi ke hutan belantara di wilayah Tonja, hingga tiba di sebuah tempat yang kini dikenal sebagai Setra Buung Keneng. Namun, upaya untuk menghabisi nyawa Luh Semi selalu digagalkan oleh seekor anjing hitam besar. 
Demi menjalankan perintah permaisuri, Patih Dukuh Melandang akhirnya membunuh anjing tersebut dan membuat kuburan palsu untuk mengelabui pihak istana. Luh Semi kemudian dibawa lebih jauh ke sebuah kawasan yang dikelilingi pohon paku. 
Di tempat ini, ia disembunyikan dan akhirnya melahirkan seorang anak laki-laki. Kawasan ini dikenal sebagai Pakubon, yang bermakna tempat tinggal, dan seiring waktu berubah nama menjadi Pakuon. Di sini pula didirikan Pura Pakuon, yang hingga kini menjadi tempat pemujaan umat Hindu.    
Kisah berlanjut ketika Raja Dalem Klungkung melakukan perjalanan menuju Pura Sakenan di Pulau Serangan. Dalam perjalanan, rombongan kerajaan melewati hutan Pakuon dan memutuskan untuk beristirahat. 
Namun, mereka menghadapi kesulitan ketika sarana upacara seperti tombak dan tedung tidak dapat ditancapkan ke tanah. Seorang anak kecil, yang ternyata putra Luh Semi, dengan mudah menancapkan semua sarana tersebut, membuat Raja Dalem Klungkung yakin bahwa anak itu memiliki darah ningrat.  
Raja Dalem Klungkung kemudian menemui Luh Semi dan mendengar cerita asal-usul anak tersebut. Anak itu diakui sebagai keturunan Raja Arya Tegeh Kori dan dibawa ke Kerajaan Gelgel. Peristiwa ini menjadi awal mula penamaan daerah tersebut sebagai Panjer, yang merujuk pada jejak leluhur dan kisah kejayaan masa lalu.    
Hingga kini, jejak sejarah Panjer tetap hidup melalui keberadaan Pura Benculuk di Tonja Kesiman dan Pura Pakuon di Panjer. Kedua pura ini menjadi saksi bisu atas perjalanan panjang leluhur Panjer yang penuh liku, mulai dari intrik istana hingga pengakuan seorang anak ningrat. 
Cerita ini tidak hanya menjadi warisan budaya, tetapi juga pengingat akan nilai-nilai kejujuran, keberanian, dan kehormatan yang tetap relevan di era modern.  
Kelurahan Panjer hari ini tidak hanya dikenal sebagai pusat permukiman padat, tetapi juga sebagai wilayah yang sarat akan sejarah dan tradisi, menyatukan masa lalu dan masa kini dalam harmoni budaya Bali. (TB)
   

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!