![]() |
Ist |
Ingin
melihat Bali di Sulawesi Utara? Datang saja ke Kecamatan Dumoga, Kabupaten
Bolaang Mongondouw, Sulawesi Utara. Daerah ini dijuluki sebagai Bali kecil.
Kenapa demikian?
Dilansir
dari Tribun Manado, ada lima desa di Kecamatan Dumoga yang penduduknya
merupakan masyarakat Bali. Lima desa di Kecamatan Dumoga yakni Werdhi Agung
Selatan, Werdhi Agung Induk, Mopugat, Kembang Merta dan Mopuya. Masyarakat Bali
di sini begitu kental dengan budaya serta agamanya yakni Hindu. Namun kehidupan
warga Bali di lima desa itu berawal dari Desa Werdhi Agung.
Untuk
diketahui, Bolaang Mongondouw merupakan daerah transmigransi yang ada di
Sulawesi Utara. Sehingga tak mengherankan jika ada banyak warga dari Bali, Jawa
bahkan Minahasa serta suku lainnya di daerah ini. Itu juga yang menjadi awal
kenapa ada kehidupan Bali di tanah ini.
Kedatangan
orang Bali di kawasan ini diawali oleh adanya letusan Gunung Agung di Kabupaten
Karangasem Bali. Letusan Gunung Agung ini terjadi tahun 1963. Hal ini
mengakibatkan sebanyak 531 kepala keluarga atau 1.352 harus kehilangan tempat
tinggal. Letusan gunung setinggi 3.000 meter itu melahirkan awan panas dan
menumpahkan lahar pada empat kecamatan. Letusan dahsyat yang debunya sampai ke
Yogyakarta.
Sebanyak
531 kepala keluarga tersebut kemudian dikirim untuk transmigrasi ke Sulawesi
Utara tepatnya di Bolaang Mongondouw. Warga Bali yang mengungsi itu pun bertemu
dengan Bupati Bolaang Mongondouw kala itu, Manuel Ikhdar. Manuel kemudian menawarkan
lahan berupa hutan belantara yang terbentang luas di daerahnya itu untuk
digarap.
Para
pengungsi yang tak tahu lagi akan kemana itu pun manut. Mereka menyebrang
ribuang kilometer di ujung Utara pulau Sulawesi untuk memperjuangkan kelanjutan
kehidupan mereka.
Hutan
belantara yang diberikan itu kemudian digarap oleh warga Bali itu. Sekitar enam
bulan mereka berkutat dengan pohon dan rerumputan liar, warga akhirnya berhasil
menyulap hutan belantara itu menjadi kampung Bali yang permai.
Warga
pun sepakat memberi nama kampung itu Werdhi Agung. Yang awalnya hanya satu
desa, Werdhi Agung mekar menjadi beberapa desa yakni Werdhi Agung Induk maupun
Werdhi Agung Selatan.
Ternyata
hutan belantara yang dibuka warga Bali itu subur. Warga Bali itu pun mengolah
lahan pertanian di tanah itu. Mereka menanam kelapa, cengkih dan padi di desa
ini. Masyarakat Bali ini pun hidup berkecukupan dengan hasil bumi tersebut.
Kini
Werdhi Agung Induk dan Werdhi Agung Selatan telah menjadi kampung Bali yang
modern. Berada di desa ini serasa menginjakkan kaki di Pulau Dewata Bali.
Sejuta pura di desa ini terlihat dimana-mana.
Tiap
rumah warga berdiri pura di halaman masing-masing. Pura yang berdiri
melambangkan kemakmuran dari pemilik rumah. Rata-rata rumah di desa ini telah
permanen. Banyak pula pura megah yang berdiri di pemukiman warga dengan ekonomi
menengah ke atas.
Pemandangan
wanita Bali yang menggarap kebun dan mengerjakan pekerjaan yang umumnya
dilakukan pria terlihat dimana-mana. Sore hari, para wanita tangguh itu akan
meramaikan jalan di desa Werdhi Agung, saat pulang dari kebun.
Di
desa ini tak hanya dihuni oleh warga beragama Hindu. Di sini juga ada warga
Kristen, yakni Protestan dan Katholik. Gereja yang dibangun pun tetap bernuansa
Bali. Gapura-gapura gereja dibangun dengan ukiran khas Bali.
Pura
di desa ini sering dikunjungi warga untuk berfoto-foto. Namun pada saat
tertentu pura dalam keadaan terkunci. Jika ingin berkunjung dan pintu dalam
keadaan tertutup, warga melapor dulu pada penjaga pura yang tinggal tak jauh
dari pura tersebut.
Desa
Werdhi Agung ini berjarak 40 kilometer dari Kota Kotamogabu. Butuh berkendara
sekitar satu jam untuk sampai di lokasi ini. Jalanan aspal lebar dan bagus akan
dilalui menuju desa ini. Kota Kotamobagu sendiri harus ditempuh perjalanan
darat selama kurang lebih tiga jam dari Kota Manado.
Di
terminal Malalayang Manado, ada angkutan jurusan Kotamobagu. Turun di terminal
Kotamobagu dan bisa naik angkutan umum menuju Dumoga. Desa Werdhi Agung berada
di dekat pasar. Akan mudah menemukan desa ini.
Mengenal
lebih dekat kehidupan warga Bali tak harus di Pulau Dewata Bali. Di Werdhi
Agung ini, segala sesuatu dengan warga Bali bisa dijumpai. Bedanya, di desa ini
tak ada pantai yang indah, jutaan turis yang berkeliaran atau objek-objek
wisata mendunia seperti di pulau Bali. Namun kehidupan sosial, budaya, maupun
agama, Werdhi Agung telah menggambarkan peradaban orang Bali di negeri
ini. (TB)