Sosok Aiptu I Kadek Asoi, S.H. kini menjadi teladan pengabdian ganda. Selain menjalankan tugas sebagai anggota Polri aktif, ia dipercaya masyarakat menjabat Bendesa Adat Tista, Kecamatan Busungbiu, Kabupaten Buleleng.
Pengabdian Aiptu Kadek Asoi di Desa Adat Tista bermula dari Pararem Desa Adat Tista Nomor 2 Tahun 2024 yang mengatur tata cara pemilihan (ngadegang) klian adat. Aturan ini tidak melarang ASN maupun anggota TNI/Polri untuk mencalonkan diri.
Berkaca dari regulasi tersebut, sejumlah tokoh masyarakat mengusulkan nama Kadek Asoi sebagai calon Bendesa Adat. Meski awalnya ragu karena statusnya sebagai anggota Polri aktif, dukungan masyarakat serta restu dari Kapolres Buleleng menguatkan langkahnya.
Dalam pemilihan yang diikuti empat calon, ia meraih suara terbanyak dan resmi dikukuhkan berdasarkan SK Nomor 170/SK-P/MDA-PBali/V/2025 pada 14 Mei 2025.
“Motivasi saya sederhana, ingin ngayah tulus ikhlas untuk desa, meringankan beban masyarakat terutama dalam biaya upacara yadnya, serta menghadirkan transparansi dalam pengelolaan desa adat,” ungkapnya.
Sejak kepemimpinannya, masyarakat Desa Tista merasakan perubahan positif. Biaya upacara adat menjadi lebih ringan, partisipasi warga meningkat, serta semangat gotong royong kembali tumbuh. Paruman desa berlangsung lebih dinamis dan transparan.
Warga pun menilai kini mereka memiliki pemimpin yang mengayomi, mau mendengar keluhan, dan mampu menjembatani persoalan adat maupun hukum.
Lahir di Desa Tista pada 3 Februari 1977, Aiptu Kadek Asoi memulai karier di kepolisian sejak 1996 di Polda NTB. Ia pernah bertugas di Polres Sumbawa Besar, Polres Bangli, Polsek Sukasada, hingga kini menjabat Kasubsektor Tegalasih, Polsek Busungbiu.
Dengan pengalaman panjang itu, ia membawa nilai disiplin, ketegasan, dan jiwa pelayanan ke dalam kepemimpinan adatnya.
“Bagi saya, melayani masyarakat baik sebagai polisi maupun bendesa adat sama-sama panggilan jiwa,” tegas Kadek Asoi.
Kini, pria yang akrab disapa Jro Asoi ini tidak hanya menjaga keamanan sebagai anggota Polri, tetapi juga melestarikan adat dan budaya di tanah kelahirannya. Ia menjadi simbol pengabdian ganda: bhakti kepada negara sekaligus ngayah untuk desa adat. (TB)
