Apa ItuTumpek Wayang? Lengkap Makna dan Tata Cara Upacara

Author:
Share
desacanggu.badungkab.go.id

Tumpek Wayang dirayakan pada Saniscara Kliwon Wuku Wayang, merupakan salah satu hari suci yang dirayakan setiap enam bulan sekali oleh umat Hindu di Bali. Hari ini memiliki makna mendalam yang mencakup aspek spiritual, budaya, dan seni.

Dalam artikel ini, kita akan mengulas secara mendalam tentang Tumpek Wayang, ritual-ritualnya, dan makna filosofis yang terkandung di dalamnya.

Sejarah dan Makna Tumpek Wayang

Tumpek Wayang adalah hari suci yang dipersembahkan kepada Sang Hyang Iswara, salah satu manifestasi dari Tuhan dalam agama Hindu yang bertugas menerangi kegelapan dan memberikan pencerahan kepada umat manusia. Perayaan ini jatuh pada Sabtu Kliwon Wuku Wayang, berdasarkan kalender Bali, yang berlangsung setiap 210 hari.

Kata “Tumpek” terdiri dari dua suku kata: “tum” yang berarti kesucian dan “pek” yang berarti akhir. Dengan demikian, Tumpek Wayang dapat diartikan sebagai hari suci yang jatuh pada akhir pekan, mengakhiri Saptawara dan Pancawara. Hari ini juga dikenal sebagai hari yang khusus untuk menghormati semua bentuk seni dan kesenian, seperti wayang, gamelan, barong, dan tetabuhan lainnya.

Ritual dan Upacara Tumpek Wayang

Pada hari Tumpek Wayang, umat Hindu di Bali melaksanakan berbagai ritual keagamaan dengan menggunakan sarana upacara yang disebut banten. Beberapa jenis banten yang umum digunakan antara lain Banten Pejati, Biakaon, Tebasan, Peras, Pengambean, dan Dapetan. Setiap ritual diakhiri dengan segehan, menggunakan caru pandan berduri dan segehan manca warna (lima warna).

Sehari sebelum Tumpek Wayang, pada Jumat atau Sukra Wuku Wayang, umat Hindu melakukan ritual Meseselat. Ritual ini melibatkan pemasangan seselat, berupa pandan berduri, di berbagai tempat di rumah seperti Sanggah dan Pelinggih.

Seselat berfungsi sebagai pelindung dari kekuatan jahat. Pada pagi hari Tumpek Wayang, seselat yang telah dipasang sehari sebelumnya dikumpulkan dan diletakkan di halaman luar rumah sebagai simbol penyucian dan perlindungan.

Mitos dan Kepercayaan Tumpek Wayang

Tumpek Wayang juga dikenal dengan mitos yang terkait dengan kelahiran pada wuku Wayang. Menurut lontar Kala Tattwa, anak yang lahir pada wuku Wayang, terutama pada hari Sabtu Kliwon, dianggap akan menjadi santapan Bhuta Kala. Oleh karena itu, upacara Wayang Sapuh Leger dilakukan untuk membersihkan mala atau kotoran secara niskala yang dibawa dari lahir.

Wayang Sapuh Leger bercerita tentang Hyang Rare Kumara yang dikejar oleh kakaknya, Hyang Bathara Kala. Cerita ini menggambarkan upaya penyelamatan dan pembersihan dari pengaruh negatif. Ritual ini diyakini mampu melindungi anak-anak yang lahir pada wuku Wayang dari gangguan Bhuta Kala.

Pesan Filosofis Tumpek Wayang

Selain sebagai upacara penyucian, Tumpek Wayang juga mengandung pesan filosofi mendalam tentang kehidupan manusia yang terikat oleh waktu. Dalam ajaran Hindu, waktu adalah satu-satunya yang abadi, sementara segala sesuatu di dunia ini mengalami perubahan. Tumpek Wayang mengingatkan umat manusia untuk selalu bersyukur, menjaga kesucian, dan tetap berpegang pada kebenaran (Dharma).

Perayaan Tumpek Wayang juga menggambarkan pentingnya seni dalam kehidupan spiritual dan budaya Bali. Dengan menghormati alat-alat seni dan kesenian, umat Hindu menunjukkan rasa syukur kepada Sang Hyang Taksu, yang diyakini memberikan inspirasi dan kekuatan dalam berkarya.

Kesimpulan

Tumpek Wayang bukan hanya sekedar hari raya, tetapi juga momentum penting bagi umat Hindu di Bali untuk melakukan refleksi diri, membersihkan diri dari pengaruh negatif, dan memperkuat hubungan dengan Tuhan serta sesama manusia. Dengan memahami makna dan menjalankan ritual Tumpek Wayang, umat Hindu diharapkan dapat mencapai keseimbangan spiritual dan fisik dalam kehidupan sehari-hari.

Kata Penutup

Semoga artikel ini dapat memberikan pemahaman lebih dalam tentang Tumpek Wayang dan menginspirasi kita semua untuk selalu menjaga kesucian, baik dalam tindakan maupun pikiran, serta senantiasa bersyukur atas anugerah yang diberikan oleh Sang Hyang Widhi Wasa. (TB)

   

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!