Dalam siklus kalender pawukon Bali, terdapat hari-hari khusus yang penuh makna religius. Salah satunya adalah Tumpek Landep, yang jatuh setiap 210 hari sekali, tepatnya pada Saniscara Kliwon Wuku Landep. Kata Tumpek merujuk pada pertemuan hari Sabtu (Saniscara) dan Kliwon, sementara Landep berarti tajam atau runcing.
Di balik arti katanya, Tumpek Landep dimaknai sebagai peringatan untuk mengasah ketajaman pikiran, bukan semata-mata menghaturkan sesajen pada benda-benda tajam.
Hari ini menjadi momentum umat Hindu di Bali memuja Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam manifestasinya sebagai Sang Hyang Pasupati, penguasa benda tajam, pusaka, dan sarana kehidupan.
Secara filosofis, Tumpek Landep mengingatkan manusia untuk mempertajam pikiran, menata batin, serta mengendalikan rasa dan karsa agar tercapai kehidupan harmonis. Dahulu, upacara ini hanya diperuntukkan bagi senjata pusaka seperti keris, tombak, dan pedang.
Namun, seiring perkembangan zaman, makna Tumpek Landep meluas hingga pada benda modern yang menunjang kehidupan, seperti mobil, motor, mesin, hingga teknologi.
Bukan berarti masyarakat Hindu menyembah benda-benda tersebut. Sebaliknya, upacara ini adalah bentuk rasa syukur, penghormatan, sekaligus doa agar alat-alat tersebut memberi manfaat, tidak mencelakakan, dan senantiasa menjadi sarana kerja yang berguna.
Salah satu bagian penting dalam perayaan Tumpek Landep adalah mantra pasupati, yang dipanjatkan saat menyucikan pusaka atau benda tajam. Berikut salah satu versi mantra yang umum digunakan:
Om Sanghyang Pasupati Ang, Ung, Mang ya Namah Swaha. Om Brahma Astra Pasupati, Visnu Astra Pasupati, Siva Astra Pasupati, Om ya Namah Svaha. Om Sanghyang Surya Chandra tumurun maring Sanghyang Aji … Angawe Pasupati Mahasakti, Angawe Pasupati Mahasiddhi, Angawe Pasupati Mahasuci. Angawe Pangurip Mahasakti, Angawe Pangurip Mahasiddhi, Angawe Pangurip Mahasuci, Angurip sahananing raja karya teka urip … Om Sang Hyang Akasa Pertiwi Pasupati, Angurip ‘nama benda yang akan dipasupati’. Om Eka Vastu Avighnam Svaha. Om Sang – Bang – Tang – Ang – Ing – Nang – Mang – Sing – Wang – Yang – Ang – Ung – Mang. Om Brahma Pasupati, Om Visnu Pasupati, Om Shiva Sampurna Ya Namah Svaha.
Mantra ini dilantunkan dengan penuh penghayatan sebagai sarana permohonan kepada Sang Hyang Pasupati agar benda-benda yang dipasupati memiliki taksu (daya spiritual) serta memberikan manfaat bagi kehidupan.
Seperti upacara Hindu Bali lainnya, Tumpek Landep dilengkapi dengan banten atau sesajen. Bentuknya bisa sederhana maupun besar, tergantung kemampuan dan tradisi keluarga atau desa adat.
Banten sederhana: canang sari, dupa Pasupati, dan tirta Pasupati.
Banten madya: ditambah peras daksina (pejati), sesayut Pasupati, dan sesayut Jayeng Perang.
Banten utama: lengkap dengan Kesuma Yuda, tumpeng barak, barak dri don-andong, buah-buahan, serta persembahan besar lainnya, biasanya dilakukan di pura atau oleh keluarga puri.
Semua banten ini mengandung simbol syukur dan penghormatan. Benda-benda tajam, kendaraan, hingga mesin dihias dengan janur (sampian) dan bunga, lalu diperciki tirta pasupati.
Tumpek Landep sejatinya bukan sekadar ritual menghias kendaraan atau menyucikan pusaka. Esensi terdalamnya adalah menajamkan pikiran agar tidak tumpul oleh nafsu duniawi. Dengan pikiran yang tajam, manusia diharapkan mampu memilah benar dan salah, mengambil keputusan bijak, serta menjalankan dharma (kebenaran).
Di tengah modernisasi, makna Tumpek Landep tetap relevan. Mesin, teknologi, dan alat-alat modern hanyalah sarana. Yang terpenting adalah bagaimana manusia sebagai penggunanya tetap mengedepankan kebijaksanaan, kesucian, dan keharmonisan dengan alam semesta. (TB)
Foto STAHN Mpu Kuturan
