Bali Dalam Ingatan; Si Dukun Cetik dari Bali

Author:
Share
Ist

Terjadi
di Karangasem Bali tahun 2008 lalu. Kasusnya mirip dengan yang menimpa Wayan
Mirna Salihin yang menghebohkan publik tahun 2016 lalu. Bedanya, kejadian ini
menimpa satu keluarga anggota polisi, Aiptu I Komang Alit Srinatha warga Dusun
Gamongan, Desa Tiyingtali, Kecamatan Abang, Karangasem, Bali bersama
keluarganya masing-masing istri korban Ni Kadek Suti (45), dan anaknya I Kadek
Sugita (22) serta kerabatnya I Gede Sujana (20). Pembunuhan itu dilakukan
dengan membubuhi racun pada kopi dengan sianida.

Bagaimana
kronologinya?

Pada
tahun 2002 lalu, I Komang Alit Srinatha kenal dengan seorang pria bernama I
Putu Suaka alias Keteg. Komang mengenal Keteg sebagai dukun yang bisa
menyembuhkan penyakit. Kala itu, Komang sangat membutuhkan Keteg untuk
menyembuhkan penyakit anaknya.

Untuk
membayar jasanya, Keteg dijanjikan bayaran Rp 3 juta. Tetapi selama menjadi
pasien, janji pembayaran Rp 3 juta itu tak kunjung ditepati. Anak Komang
sendiri sudah 5 tahun menjalani pengobatan oleh Keteg.

Setiap
pengobatan, Keteg hanya dibayar Rp 50 ribu. Padahal, Komang berjanji akan
membayar Rp 3 juta bila anaknya sembuh. Merasa diingkari janji, Keteg pun
berniat membunuh keluarga Komang.

Hal
itu dilakukan Keteg pada 26 Januari 2008. Saat itu, Keteg disuruh ke rumah
Komang untuk mengobati anaknya. Keteg pun sudah mempersiapkan bahan-bahan
racun, salah satunya potasium sebagai bahan untuk sianida.

Setibanya
di rumah Komang, Keteg meminta Komang untuk membuat 5 gelas kopi. 
Keteg
meminta agar kopi yang dibuat Komang dicampur obat yang ia bawa, yang sebenarnya sianida. Tetapi, kepada Komang, Keteg tidak menjelaskan bahwa
itu adalah racun melainkan obat.

Komang
pun percaya dan mencampur racun itu ke kopi yang dibikinnya. Komang
membuat lima gelas kopi di dapur. Keteg memberitahukan takaran dengan campuran
gula 3 (tiga) sendok teh dan kopi 2 (dua) sendok teh serta potasium 1
(satu) sendok teh.

Maksud
dari Keteg menggunakan potasium agar kopi itu menjadi pekat dan jika
dicampur dengan potasium maka potasium itu tidak terasa dan tidak menimbulkan
kecurigaan bagi keluarga ini.

Lantas
apa yang terjadi? Keluarga Komang yang terdiri dari 4 orang meminum kopi tersebut. 
Usai
minum kopi itu, Komang, istri Komang yang bernama Ni Kadek Suti
bersama anaknya I Kadek Sugita serta kerabat Komang I Gede Sujana terkapar di
lantai dan meregang nyawa. Usai menghabisi nyawa korban dan keluarganya, Keteg
pun langsung menguras harta milik korban yang disimpan dalam lemari termasuk
uang tunai sebesar Rp 10 juta.


Dari hasil diagnosa klinik, (No. PB : 01/KF/I/2008) tanggal 27 Januari 2008
terdapat hasil lab yang menyatakan:

Pelebaran pembuluh-pembuluh darah kapiler pada otak besar, otak kecil dan
batang otak. 
Pelebaran pembuluh darah kapiler dan fokus ekstravasasi eritrosit perivaskuler
tanpa ilfiltrat sel-sel radang pada scalp. 
Pelebaran pembuluh-pembuluh darah kapiler septum interalveolar, edema dan
fokus-fokus sebaran ringan limfosit, sel plasma dan sedikit eosinofil pada
septum interaveolar dan bronkus, serta tampak fokus-fokus antrakosis 
pada paru.

Erosimukosa, infiltrad sel-sel radang limfosid dan sel plasma pada lamina
propria dan pelebaran pembuluh-pembuluh darah kapiler pada lapisan submukosa
dan serosa lambung. 
Degenerasi lemak ringan, pelebaran sinusoid, dan fokus-fokus treditis kronis
pada hepar. 
Pankrealis.

Pelebaran
pembuluh-pembuluh darah kapiler glomerulus dan interstiteal ginjal. 
Pelebaran pembuluh-pembuluh darah kapiler pada nyokardium dan perikardium
jantung. 
Penebalan intima dan plak atheroma pada cabang-cabang arteri koronaria kanan
dan arteri koronaria kiri yang mempersempit lumen sebesar lima persen sampai
tujuh puluh lima persen.


Hasil diagnosa ini menyatakan korban keracunan sianida. Adapun
sebab-sebab kematian para korban yaitu korban adalah keracunan Sianida (sesuai
dengan Visum Et Repertum No. KF 30A/R/I/08 tanggal 15 Februari 2008.

Polisi pun langsung menangkap Keteg hingga kasus ini berlanjut ke persidangan.
Pada 22 September 2008, PN Amlapura menjatuhkan vonis mati kepada Keteg.
Putusan itu dikuatkan di tingkat banding. Pada Oktober 2008, Keteg tetap
divonis mati di Pengadilan Tinggi Denpasar (PT Denpasar).

Tak
terima dengan dua vonis itu, Keteg mengajukan upaya perlawanan ke tingkat
kasasi di MA. Hasilnya? 27 Januari 2009 MA memutus hal yang sama yaitu tetap memnghukum mati.

Tak
patah semangat, Keteg mencoba melakukan upaya Peninjauan Kembali (PK). Hasilnya
pun nihil. 20 Juli 2010, MA tetap menyatakan Putu layak dihukum mati. 
Upaya
hukumnya akhirnya terhenti setelah Presiden Joko Widodo menolak grasinya. (
TB)

   

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!