![]() |
Komang Apel |
Ida Bagus Raka Pudjana, atau yang lebih akrab dikenal dengan nama panggung Komang Apel, adalah salah satu sosok yang tak tergantikan dalam dunia seni drama gong di Bali. Pria kelahiran Banjar Ujung, Kesiman, Denpasar Timur ini telah mengabdikan dirinya pada seni pertunjukan sejak tahun 1964.
Dikenal sebagai punakawan dalam seni drama gong, Komang Apel membawa peran yang tidak hanya menghibur tetapi juga sarat makna bagi masyarakat Bali. Nama panggungnya sendiri memiliki arti unik, yaitu “Akulah Pemuda Ekonomi Lemah,” sebuah identitas yang ia sandang dengan kebanggaan sejak era 1970-an.
Sejak muda, Komang Apel telah bergabung dengan berbagai kelompok seni. Ia pernah menjadi bagian dari grup seni drama gong Bali Bintang Timur. Kini terbagung dalam Sekaa Drama Gong di bawah naungan Paguyuban Peduli Seni Drama Gong Lawas (Padsmagol) yang berbasis di Puri Gandapura, Denpasar Timur. Kini ia juga aktif mengelola Sekaa Barong Eka Budhi di wilayah Kesiman.
Sebagai seorang seniman yang telah malang melintang di panggung hiburan, perjalanan Komang Apel tidaklah mudah. Pada masa kejayaan drama gong, ia bersama rekan-rekannya kerap melakukan pertunjukan hingga 30 kali dalam sebulan, berpindah dari satu daerah ke daerah lain hanya dengan menumpang truk. Kegigihannya dalam berkesenian terus terjaga hingga kini, meskipun zaman telah berubah.
Tak hanya di panggung, Komang Apel juga merambah dunia digital sebagai seorang YouTuber. Kanal YouTube miliknya, KOMANG APEL, kini memiliki 11 ribu pengikut dan menjadi wadah nostalgia bagi para penggemar drama gong lawas. Melalui platform ini, ia berusaha menjaga keberlangsungan seni tradisional agar tetap dikenal oleh generasi muda.
Di luar dunia drama gong, Komang Apel juga aktif dalam berbagai kegiatan budaya seperti pesantian, kekawin, dan wirama. Dedikasinya yang tinggi dalam menjaga dan mengembangkan seni tradisional Bali menjadikannya figur penting dalam pelestarian budaya.
Sebagai seorang seniman yang telah meniti karier dari bawah, Komang Apel terus menjadi inspirasi bagi banyak generasi muda Bali. Dengan semangat yang tak pernah padam, ia membuktikan bahwa seni bukan sekadar hiburan, tetapi juga bagian dari jati diri dan warisan budaya yang harus terus dijaga. (TB)