Mine Gate Bendungan Sidan, Bali, kini memiliki ikon baru, Candi Lingga Belah, sebuah gapura monumental yang sarat makna spiritual. Gapura ini dibuat oleh Ketut Putrayasa, seniman patung asal Badung Bali, yang berhasil menyelesaikannya dalam waktu satu bulan.
Menurut Ketut Putrayasa, konsep Candi Lingga Belah berasal dari simbol Lingga, yang dalam ajaran Hindu melambangkan Siwa sebagai pencipta, pemelihara, dan pemusnah. Lingga juga bermakna gunung atau meru, yang disebut “lingga acala”, artinya abadi dan tak tergoyahkan.
Dalam konteks bendungan, lingga ini ditampilkan terbelah, menandakan pintu masuk ke wilayah yoni, simbol air atau tirta, yang merupakan aspek feminin dalam keseimbangan Purusha-Pradana.
Air dalam ajaran Hindu bukan sekadar unsur fisik, tetapi juga melambangkan sumber kehidupan dan ilmu pengetahuan. Dalam bahasa Bali disebut banyu pinaweruh, yang berarti air pengetahuan. Konsep ini sejalan dengan keyakinan masyarakat Bali yang sangat menghormati air sebagai elemen suci dan sumber keberkahan.
Dalam kisah Hindu, air disebut sebagai amerta, yang berarti kehidupan abadi. Kidung Nawaruci menceritakan perjalanan Bhima mencari “tirta amerta”, sedangkan dalam Adiparwa, bagian pertama Mahabharata, dikisahkan pengadukan lautan susu untuk mendapatkan tirta sanjiwani, air kehidupan yang diperebutkan oleh para dewa dan raksasa.
Sebagai sumber kehidupan, air juga memiliki dimensi spiritual yang tinggi. Dalam tradisi Bali, siapa pun yang mencemari atau merusak air tidak akan mendapatkan berkah hidup, baik secara fisik maupun rohani.
Dengan berdirinya Candi Lingga Belah di Bendungan Sidan, diharapkan masyarakat semakin sadar akan pentingnya menjaga kelestarian air. Gapura ini tidak hanya berfungsi sebagai ornamen, tetapi juga menjadi simbol penghormatan terhadap air sebagai anugerah suci yang harus dijaga dan dilestarikan. (TB)