Dear Warga Bali, Komposter Bag, Solusi Praktis Atasi Sampah Organik di Rumah dengan Lahan Terbatas

Author:
Share

Polemik pengelolaan sampah di Bali kembali mencuat setelah penutupan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Suwung untuk sampah organik. Kondisi ini sempat memunculkan tumpukan sampah di sejumlah titik di Kota Denpasar. Padahal, bila dikelola dengan benar, sampah organik justru bisa menjadi berkah bagi lingkungan.

Hal itu disampaikan oleh Gde Wirakusuma, warga Denpasar yang sudah bertahun-tahun mengolah sampah organik di rumah. “Sampah organik sebenarnya bisa kembali ke alam dalam bentuk kompos. Selain mengurangi beban TPA, hasilnya juga bermanfaat untuk menyuburkan tanaman,” ujar Wira, Kamis (14/8/2025).

Menurut Wira, ada banyak cara untuk mengelola sampah organik skala rumah tangga. Beberapa metode populer adalah teba modern atau teba vertikal, mulai dari komposter buis beton, tong komposter, pipa komposter, biopori, hingga komposter bag.

Dari sekian pilihan, Wira lebih memilih komposter bag, yakni kantong besar berbahan terpal plastik dengan tutup di bagian atas serta lubang di bagian bawah untuk memanen kompos. “Praktis, murah, dan sangat cocok untuk rumah di perkotaan dengan lahan terbatas,” jelasnya.

BACA JUGA  SMAN 1 Kuta Utara Tegas Terapkan Kebijakan Bebas Sampah Plastik, Dukung SE Gubernur Bali Nomor 9 Tahun 2025

Komposter bag berkapasitas 200 liter hanya membutuhkan lahan sekitar 50 cm x 50 cm dengan tinggi 102 cm. Dengan harga Rp30.000–Rp60.000, alat ini mudah diperoleh secara online dan bisa langsung dipakai.

Wira yang tinggal di Br Tangguntiti, Kelurahan Tonja, Denpasar Utara, mengaku sudah menggunakan komposter bag lebih dari setahun. Tanpa perlakuan khusus, sampah dapur maupun daun langsung dimasukkan ke dalam bag. Dalam waktu 2–3 bulan, kompos sudah terbentuk dan bisa dipanen.

“Kalau mau lebih cepat, bisa ditambah booster seperti cairan pengompos atau ecoenzyme,” katanya. Proses panen pun mudah, cukup membuka lubang di bagian bawah tanpa perlu tenaga ekstra.

Menurut Wira, prinsip pengelolaan sampah rumah tangga sebenarnya sederhana, Organik: diolah dengan komposter, dikembalikan ke tanah sebagai pupuk. Anorganik: dikumpulkan lalu disetorkan ke bank sampah untuk didaur ulang. Residu: dibuang ke TPA karena sulit diolah (misalnya tisu, cotton bud, pembalut, pampers, hingga struk belanja).

BACA JUGA  Bandara Ngurah Rai Catat 5,2 Juta Penumpang di Awal 2025, Dukung Peningkatan Pariwisata Bali

“Kalau pola ini dijalankan, beban TPA bisa jauh berkurang. Sampah yang masuk ke TPA hanya residu, bukan campuran seperti sekarang,” tegasnya.

Berdasarkan pengalamannya sejak 2018, komposisi sampah rumah tangga adalah 50–60% organik, 30–40% anorganik, dan 5–10% residu.

Sejatinya, upaya ini juga sejalan dengan kebijakan Pemprov Bali. Gubernur Bali telah menerbitkan: Pergub No. 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai. Pergub No. 47 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber.

Instruksi Gubernur No. 8324 Tahun 2021 tentang pelaksanaan pengolahan sampah berbasis sumber di desa/kelurahan dan desa adat.

“Aturan ini tujuannya sederhana, agar masyarakat mandiri mengolah sampah dan menjaga kelestarian Bali. Kalau sampah plastik masuk ke sungai, laut, atau sawah, jelas akan merusak lingkungan sekaligus pariwisata kita,” ujar Wira yang juga mantan wartawan dan aktivis KMHDI.

BACA JUGA  Biodata dan Profil AAGN Ari Dwipayana, Koordinator Staf Khusus Presiden Era Jokowi, Dosen UGM

9 Langkah Mudah Mengolah Sampah Organik dengan Komposter Bag

  1. Siapkan komposter bag berbahan terpal (tersedia online).
  2. Letakkan di area terbuka dengan sirkulasi udara baik.
  3. Pasang penyangga di sisi-sisinya agar tidak roboh saat penuh.
  4. Isi dasar bag dengan sampah kebun (daun/rerumputan).
  5. Tambahkan sampah dapur, lalu tutup kembali dengan sampah kebun.
  6. Ulangi proses hingga kompos terbentuk di bagian bawah.
  7. Hindari sampah anorganik (plastik, kaca, kaleng) agar tidak menimbulkan bau.
  8. Ranting/daun janur sebaiknya dicacah kecil untuk mempercepat pembusukan.
  9. Lakukan sekarang. Semakin cepat dimulai, semakin cepat terbebas dari masalah sampah.

Wira menegaskan bahwa pengolahan sampah berbasis rumah tangga harus dibarengi dengan kebiasaan mengurangi penggunaan kemasan sekali pakai. Membawa rantang, tumbler, meal box, dan tote bag dari kain bisa mengurangi sampah plastik di Bali.

“Kalau kita sayangi Bali, sayangi alam, maka alam juga akan menjaga kita,” pungkasnya. (TB)

   

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!