Pemerintah Kota Denpasar menargetkan bebas kawasan kumuh pada akhir 2025. Misi ambisius ini tidak dilakukan sendirian. Melalui Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Pertanahan (Perkim), Pemkot Denpasar menggandeng masyarakat, mahasiswa, hingga komunitas warga perantauan Buleleng untuk menuntaskan persoalan permukiman tidak layak huni.
Salah satu langkah strategis yang dilakukan adalah menggelar sosialisasi Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2022 tentang Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Terhadap Perumahan dan Permukiman Kumuh, yang berlangsung pada Jumat, 8 Agustus 2025, di Banjar Kebon Kori Lukluk, Kelurahan Kesiman, Denpasar Timur.
Kegiatan ini menegaskan pendekatan baru: pengentasan kawasan kumuh tak cukup dengan pembangunan fisik semata, tapi harus melalui sinergi sosial lintas elemen. Di sinilah komunitas seperti Prabu Catur Muka (Paiketan Rantauan Buleleng di Denpasar) mengambil peran penting.
Kepala Dinas Perkim Kota Denpasar, I Gede Cipta Sudewa Atmaja, menyebut bahwa penghapusan kawasan kumuh terdiri dari tiga tahapan: mencegah, mengurangi, dan menghilangkan. Namun yang paling krusial, menurutnya, adalah membangun kesadaran kolektif sejak dini agar wilayah tidak berkembang menjadi kawasan kumuh.
“Ini bukan hanya tanggung jawab pemerintah. Semua pihak harus bergerak, mulai dari masyarakat lokal, mahasiswa, sampai komunitas pendatang,” ujar Gede Cipta yang juga menjabat sebagai Ketua Prabu Catur Muka periode 2025–2030.
Ia menjelaskan, kawasan Kesiman yang menjadi lokasi sosialisasi bukanlah kawasan kumuh, tetapi termasuk dalam program pencegahan agar tidak berkembang menjadi wilayah dengan parameter buruk.
Pelibatan komunitas seperti Prabu Catur Muka menjadi langkah strategis karena banyak warga asal Buleleng yang kini berdomisili di empat kecamatan Kota Denpasar. Peran mereka dinilai efektif untuk menyebarkan pesan Perda kepada jaringan sosialnya.
“Spirit Vasudhaiva Kutumbhakam yang diusung Wali Kota Denpasar menjadi landasan utama. Semua bagian masyarakat adalah keluarga besar Kota Denpasar. Maka penyelesaian masalah pun harus dilakukan secara gotong royong,” jelasnya.
Saat ini, Pemkot Denpasar tengah menyelesaikan proses pengentasan kawasan kumuh terakhir seluas 17,6 hektar di Karya Makmur. Lahan tersebut sedang dalam proses pelepasan hak dari PT Karya Makmur kepada Pemerintah Kota Denpasar untuk dijadikan aset kota.
“Kalau semua berjalan sesuai rencana, Desember 2025 kami akan mendeklarasikan Denpasar sebagai kota tanpa kawasan kumuh pertama di Bali. Tahun 2026 akan menjadi tahun peningkatan kualitas, bukan lagi penghapusan,” ungkapnya optimistis.
Sebagai acuan, Kementerian PUPR telah menetapkan tujuh parameter penilaian kawasan kumuh: bangunan tidak layak huni, sanitasi buruk, pengelolaan sampah yang tidak memadai, drainase buruk, keterbatasan air bersih, tidak adanya proteksi kebakaran, dan jalan lingkungan yang semrawut.
Lurah Kesiman, I Nyoman Nuada, mengapresiasi langkah Perkim dalam mengintegrasikan Perda ke dalam program edukatif masyarakat. Ia mengaku selama ini kelurahan aktif menyosialisasikan pentingnya pemilahan sampah dan kebersihan lingkungan sebagai bentuk preventif dari potensi kekumuhan. (TB)