Komitmen Pemerintah Kota Denpasar dalam menjaga ketahanan pangan dan pelestarian sistem pertanian tradisional Bali kembali mendapat sorotan internasional. Dalam forum CityNet Executive Committee Meeting ke-45 Asia Pacific di Sanur, Senin (27/10/2025), Walikota Denpasar I Gusti Ngurah Jaya Negara memaparkan kebijakan inovatif daerahnya yang memberikan pembebasan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) sebesar 0 persen bagi lahan pertanian produktif.
Kebijakan tersebut merupakan bagian dari Program Perlindungan Petani (Farmers Protection Program), salah satu program unggulan Pemkot Denpasar yang bertujuan memperkuat ketahanan pangan, menjaga eksistensi subak, dan mendukung implementasi Sustainable Development Goals (SDGs) di tingkat lokal.
“Petani adalah penjaga kehidupan. Melalui kebijakan ini, kami ingin memastikan mereka terlindungi secara sosial dan ekonomi agar tetap mampu menjaga kemandirian pangan di tengah laju urbanisasi,” ujar Walikota Jaya Negara di hadapan para delegasi kota se-Asia Pasifik.
Dalam paparannya, Jaya Negara menjelaskan bahwa intervensi kebijakan PBB-P2 0 persen diatur melalui Perda Nomor 5 Tahun 2023. Lahan pertanian produktif, sawah ekowisata, dan sawah murni yang masih aktif di Denpasar dibebaskan dari kewajiban membayar pajak bumi dan bangunan.
Langkah ini, menurutnya, merupakan bentuk keberpihakan pemerintah daerah terhadap sektor pertanian di wilayah perkotaan yang semakin terdesak oleh alih fungsi lahan. “Kebijakan ini bukan hanya insentif fiskal, tetapi bentuk nyata perlindungan terhadap keberlanjutan subak dan petani sebagai pilar ketahanan pangan lokal,” tegasnya.
Program Perlindungan Petani dijalankan melalui tiga pendekatan strategis yang saling terhubung.
Pertama, intervensi hulu melalui pemberian PBB-P2 0 persen dan dukungan keuangan dari Pemerintah Provinsi Bali untuk pemeliharaan balai subak dan kegiatan keagamaan.
Kedua, intervensi tengah dengan penyediaan Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP), kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan bagi petani, serta insentif bulanan bagi pekaseh dan pangliman subak sebagai bentuk penghargaan atas dedikasi mereka.
Ketiga, intervensi hilir lewat kebijakan ASN Pemkot Denpasar membeli beras dari petani lokal, yang memperkuat rantai pasok dan stabilitas harga.
Kebijakan ini tidak hanya menguatkan ekonomi petani, tetapi juga menciptakan sistem pertanian urban yang resilien dan ramah lingkungan.
Pemkot Denpasar juga telah menetapkan Kawasan Subak Lestari “Made Ayu Intan” sebagai Subak Abadi, yang mencakup Subak Anggabaya, Umalayu, Umadesa, Intaran Barat, dan Intaran Timur. Kawasan ini menjadi contoh penerapan perlindungan lahan pertanian berkelanjutan berbasis kearifan lokal Bali yang telah diakui UNESCO sebagai Warisan Budaya Dunia sejak 2012.
“Pelestarian subak bukan hanya menjaga sawah, tetapi juga menjaga harmoni antara manusia, alam, dan spiritualitas sebagaimana filosofi Tri Hita Karana,” ungkap Jaya Negara.
Atas inovasi tersebut, CityNet bersama ESCAP dan Pemerintah Metropolitan Seoul menganugerahkan “Harmonious City Award 2025” kepada Kota Denpasar. Penghargaan ini diberikan langsung oleh Sekretaris Jenderal CityNet, Vijay Jagannathan, kepada Walikota Jaya Negara dalam sesi penutupan forum.
Penghargaan ini menjadi pengakuan internasional atas keberhasilan Denpasar dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan berbasis budaya dan gotong royong.
Menurut Jaya Negara, arah kebijakan pembangunan Kota Denpasar yang berpihak pada kesejahteraan rakyat telah menunjukkan hasil signifikan. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 2024 mencapai 85,11, tertinggi di Provinsi Bali. (TB)
Foto: pixabay.com/sasint

