Seorang warga Desa Ped, Nusa Penida, Klungkung, Bali, bernama I Made Sudiarta, resmi melayangkan laporan ke Kepolisian Daerah Bali atas dugaan tindak perusakan fasilitas miliknya.
Sudiarta, yang saat ini berstatus kasepekang atau dikucilkan secara adat, menggandeng Lembaga Advokasi dan Bantuan Hukum Garuda Bhuana Sakti sebagai kuasa hukumnya.
Kuasa hukum Sudiarta, Made Murtika Sasmara Putra, SH, menyampaikan laporan tersebut pada Selasa, 29 April 2025.
Ia menyatakan bahwa saluran air milik kliennya dirusak secara terbuka oleh sekelompok orang, yang menurutnya memenuhi unsur pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 170 KUHP.
“Ini bukan sekadar perusakan biasa. Perbuatan tersebut dilakukan bersama-sama dan terang-terangan, sehingga memenuhi unsur pidana,” ujar Sasmara saat dikonfirmasi.
Menurut Sasmara, akar persoalan bermula saat kliennya bersama enam keluarga lainnya memulai usaha di kawasan pantai dengan restu dari desa adat pada masa pandemi.
Konflik muncul ketika kelompok lain mencoba mengembangkan usaha serupa di area yang tumpang tindih, sehingga terjadi sengketa batas lahan.
Ketegangan meningkat ketika kelompok pesaing membawa material bangunan dan meletakkannya di lahan yang telah dikelola oleh kelompok warga kasepekang.
Insiden itu memicu perselisihan dan kehadiran krama adat di lokasi.
Namun, dalam rapat adat yang digelar menyusul konflik tersebut, pihak Sudiarta tidak bisa hadir karena berduka atas meninggalnya anggota keluarga.
“Absennya klien kami justru dijadikan alasan untuk menjatuhkan sanksi kasepekang oleh prajuru desa. Keputusan tersebut dibuat tanpa kehadiran atau pembelaan dari pihak yang bersangkutan,” jelas Sasmara.
Akibat dari status kasepekang tersebut, Sudiarta mengaku mendapat berbagai tekanan sosial, termasuk tindakan perusakan fasilitas penting seperti saluran air yang menunjang kegiatan usahanya.
Nilai kerugian yang dialami ditaksir mencapai puluhan hingga ratusan juta rupiah.
Kuasa hukum berharap kepolisian segera menindaklanjuti laporan tersebut dan memprosesnya sesuai hukum yang berlaku.
“Kami meminta atensi dari Kapolda Bali untuk mengusut tuntas kasus ini karena menyangkut hak warga negara serta berpotensi memicu gejolak sosial lebih besar di masyarakat,” pungkas Sasmara. (TB)