Perbincangan soal besaran gaji anggota DPR RI kembali mencuat setelah pernyataan politikus PDI Perjuangan, TB Hasanuddin, yang menyebut pendapatan bersih anggota dewan bisa menembus Rp100 juta per bulan.
Klaim tersebut langsung menuai respons publik, mengingat angka itu jauh di atas rata-rata penghasilan mayoritas masyarakat Indonesia.
Dilansir dari berbagai sumber, Hasanuddin menuturkan, tambahan pendapatan itu muncul setelah adanya kebijakan penghapusan rumah dinas anggota DPR. Sebagai gantinya, para wakil rakyat memperoleh tunjangan khusus yang nilainya cukup besar.
“Karena tidak lagi mendapatkan rumah dinas, kami diberikan tambahan sekitar Rp50 juta. Jadi total pendapatan bisa lebih dari Rp100 juta per bulan. Kalau dihitung, sehari bisa Rp3 juta lebih,” ujar Hasanuddin di Kompleks Parlemen, Senayan.
Pernyataan ini sontak mengundang perdebatan, terutama karena masyarakat sering mempertanyakan keseimbangan antara penghasilan anggota DPR dengan kinerja legislatif di Senayan.
Hasanuddin menyebutkan bahwa ada penambahan tunjangan khusus setelah rumah dinas ditiadakan. Besaran tunjangan tersebut, menurutnya, membuat take-home pay anggota DPR meningkat drastis.
Namun sejumlah pengamat menilai, angka Rp100 juta lebih tepat dipahami sebagai estimasi maksimum yang sifatnya tidak seragam. Dengan kata lain, pendapatan bersih anggota DPR memang bisa meningkat, tetapi belum tentu seluruh anggota menerima jumlah hingga ratusan juta rupiah per bulan.
Besarnya pendapatan anggota DPR kerap menuai kritik karena dianggap tidak sebanding dengan kinerja legislasi. Pada periode sebelumnya, DPR sempat disorot karena tingkat kehadiran sidang yang rendah dan banyaknya RUU yang tidak rampung dibahas.
Sejumlah aktivis antikorupsi juga menekankan perlunya transparansi. Menurut mereka, gaji dan tunjangan pejabat negara seharusnya dipublikasikan secara rinci, agar masyarakat mengetahui dari mana saja sumber pendapatan wakil rakyat yang dibiayai oleh uang pajak. (TB)
