Mengenal Gending Ancag-Ancagan, Warisan dari Kesiman Denpasar yang Resmi Jadi WBTb Nasional

Author:
Share

Salah satu kekayaan budaya spiritual asal Denpasar, Gending Ancag-Ancagan dari Banjar Ceramcam, Kesiman, kini resmi ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTb) Indonesia Tahun 2025 oleh Kementerian Kebudayaan RI. Penetapan ini dilakukan melalui Sidang Penetapan WBTb Nasional di Hotel Sutasoma, Jakarta Selatan, Jumat (10/10/2025) malam.

Gending Ancag-Ancagan merupakan jenis tabuh sakral (gamelan upacara) yang diwariskan secara turun-temurun di wilayah Kesiman, Denpasar Timur.
Gending ini berfungsi utama sebagai pengiring ritual Aci Pangilen Dewa Yadnya—yakni upacara pemujaan dan persembahan kepada manifestasi Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan) dalam tradisi Hindu Bali.

Berbeda dengan gamelan biasa, Gending Ancag-Ancagan tidak pernah digunakan untuk hiburan atau pertunjukan profan. Setiap tabuhan memiliki fungsi spiritual yang erat kaitannya dengan proses pangilen-ilen, yaitu prosesi pemanggilan dan penyucian vibrasi suci Dewa-Dewi dalam upacara adat Kesiman.

BACA JUGA  Mengenal 6 Tumpek, Lengkap Makna, Jenis, dan Perayaan dalam Tradisi Hindu Bali

“Tabuh ini hanya dimainkan dalam konteks ritual keagamaan tertentu, terutama di lingkungan Pura dan saat pelaksanaan upacara besar desa adat,” ungkap Raka Purwantara, Kepala Dinas Kebudayaan Kota Denpasar, yang turut mendampingi delegasi dalam sidang penetapan di Jakarta.

Menurut kajian akademis berjudul “Gamelan Ancag-Ancagan in Aci Pangilen Dewa Yadnya: A Religious and Cultural Approach” (2023), istilah ancag-ancagan memiliki makna simbolik yang berakar dari konsep swadharma—yakni kesadaran akan tugas dan tanggung jawab spiritual manusia terhadap semesta.

BACA JUGA  Hari Raya Kuningan: Makna, Tradisi, dan Filosofi dan Sajian Rerahinan yang Dirayakan Umat Hindu di Bali

Struktur musik dalam gending ini mencerminkan filosofi kosmologis Hindu Bali:

Gegedig telu (tiga ketukan dasar) melambangkan Tri Loka (Bhur, Bwah, Swah) — tiga lapisan alam semesta.

Tri Kona (penciptaan, pemeliharaan, dan pelebur) serta Tri Wisesa (kekuatan utama Brahma, Wisnu, dan Siwa) juga terwakili dalam pola ritme dan perubahan dinamika tabuh.

Elemen laluangan (transisi) menggambarkan perjalanan spiritual manusia menuju titik kesempurnaan — Parama Satyam (Kebenaran Tertinggi).

Makna mendalam ini menjadikan Gending Ancag-Ancagan bukan sekadar karya seni, melainkan simbol komunikasi sakral antara manusia dan alam spiritual.

Secara historis, gending ini berasal dari tradisi Desa Adat Kesiman, salah satu pusat budaya tua di Denpasar yang dikenal dengan upacara Ngerebong dan beragam ritual sakral lainnya.
Menurut Bendesa Adat Kesiman, tabuh ini menjadi bagian tak terpisahkan dari setiap pelaksanaan yadnya besar di wilayah tersebut. Ancag-Ancagan adalah roh dalam upacara pangilen-ilen kami. Tidak hanya musik, tetapi doa yang hidup dalam bentuk suara.

BACA JUGA  Kejuaraan Dunia Bela Diri Vovinam ke-8 Digelar di Buleleng, Diikuti 400 Atlet

Proses pengusulan Gending Ancag-Ancagan ke tingkat nasional dilakukan sejak awal 2025 oleh Pemerintah Kota Denpasar melalui Dinas Kebudayaan, bersama 22 unsur budaya lainnya dari Bali. Setelah melewati tahapan verifikasi, pemaparan, dan pleno nasional, tabuh sakral ini akhirnya memperoleh pengakuan resmi sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia. (TB)

   

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!