Sosok I Ketut Nesa, Maestro Kecak Peliatan Ubud yang Warisannya Tetap Hidup

Author:
Share

Desa Peliatan dikenal sebagai salah satu pusat seni di Bali, dengan ragam tradisi pertunjukan yang tumbuh dari kesadaran masyarakatnya menjaga habitat berkesenian. Dari tari Legong hingga Kebyar Duduk, setiap kesenian memiliki ruangnya sendiri. Di antara identitas budaya tersebut, Kecak Peliatan hadir sebagai warna khas yang tidak terpisahkan dari perjalanan seni desa ini.

Kecak Peliatan memiliki sejarah panjang. Kesenian ini awalnya dipetik dari Desa Bona sebelum hidup dan berkembang di Peliatan. Dalam praktik umum masyarakat Banjar Tengah, Kecak kemudian dirawat dengan kehalusan budi hingga menjadi pertunjukan yang tidak hanya memikat publik lokal, tetapi juga dikenal hingga ke Jepang.

BACA JUGA  Mengenang Sosok Wayan Tarma alias Dolar, Pelawak Legendaris Drama Gong Bali

Salah satu tokoh sentral di balik perjalanan panjang ini adalah almarhum I Ketut Nesa, sosok penting yang mendedikasikan hidupnya untuk mempelajari, menghayati, dan mengembangkan kesenian Kecak. Ia memetik inti sari teknik dan filosofi dari Bona lalu menanamkannya ke tanah Peliatan, hingga menjadi pondasi kuat bagi Kecak Banjar Tengah seperti yang dikenal saat ini.

Selain sebagai seniman, I Ketut Nesa dikenal sebagai seorang pendidik yang pernah menjabat kepala sekolah di salah satu SD di Peliatan. Ia tegas dalam mendidik, namun kewibawaan dan ketulusannya menjadikan dirinya dihormati oleh murid-murid dan masyarakat.

Dalam ruang seni, I Ketut Nesa disegani karena dedikasinya menjaga kualitas pertunjukan Kecak. Berdasarkan cerita warga, beliau tidak hanya mengajarkan teknik, tetapi juga menanamkan nilai disiplin, kebersamaan, dan rasa hormat terhadap tradisi. Bagi generasi muda Peliatan, beliau adalah guru sekaligus teladan yang menunjukkan bagaimana seni dijaga dengan hati.

BACA JUGA  Kesanga Fest 2026 Segera Digelar Yowana Denpasar, Diawali dengan FGD

Eksistensi Kecak Banjar Tengah hingga hari ini tidak lepas dari kontribusi almarhum. Suara ritmis “cak-cak-cak” yang menggema di Peliatan menjadi bukti bahwa apa yang ia tanam telah tumbuh dan mengakar kuat. Atas pengabdian sepanjang hidupnya, masyarakat Peliatan menganugerahkan Abisatya Maha Sani Nugraha 2025, penghargaan tertinggi bagi para maestro yang telah memberi warna bagi perkembangan seni desa.

Penghargaan ini bukan sekadar apresiasi, tetapi bentuk penghormatan atas warisan yang terus melampaui waktu. Warisan itu kini dijaga oleh generasi baru, yang meneruskan semangat yang sama: mengembangkan seni tanpa meninggalkan akar tradisi.

BACA JUGA  Patung Bambu Octopus Queen Karya Ketut Putrayasa Berdiri Megah di Nusa Penida, Catat Rekor MURI

Hingga kini, Kecak Peliatan tetap eksis sebagai identitas seni desa—hidup, berkembang, dan terus menginspirasi. Jejak I Ketut Nesa menjadi bagian penting dalam perjalanan itu. Dedikasinya menumbuhkan seni di Banjar Tengah menjadi pengingat bahwa pengabdian tulus akan selalu menemukan tempat dalam ingatan masyarakat.

Warisan maestro ini tidak hanya diwujudkan dalam lantunan Kecak, tetapi juga dalam semangat generasi Peliatan yang terus merawat seninya, persis seperti yang ia ajarkan. (TB)

   

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!