Kota Denpasar menghadapi kesenjangan kapasitas pengelolaan sampah yang signifikan menjelang pelarangan pembuangan ke TPA Suwung pada 23 Desember 2025. Wakil Wali Kota Denpasar, Kadek Agus Arya Wibawa, menyatakan kemampuan pengolahan sampah kota saat ini maksimal 500 ton per hari, padahal produksi sampah mencapai 1.050 ton per hari.
Pernyataan itu disampaikan Arya Wibawa usai mengikuti Rapat Paripurna DPRD Kota Denpasar, Selasa (9/12/2025). Kekurangan kapasitas ini memicu serangkaian upaya mitigasi darurat oleh Pemkot, namun menurut Arya, pekerjaan rumahnya masih besar dan mendesak.
Untuk menutup celah kapasitas, Pemkot Denpasar meluncurkan percepatan distribusi sarana pengolahan sampah berbasis sumber. Hingga akhir tahun, pemerintah menargetkan pembagian 3.220 tebe modern (tebe vertikal) dan 3.595 tong komposter, sehingga total 6.815 perangkat siap digunakan di rumah tangga dan komunitas.
Selain itu, 24 TPS3R dioptimalkan, sementara tiga Pusat Daur Ulang (PDU)—Padangsambian Kaja, Ketelangun, dan Tahura—telah memasang 9 mesin berkapasitas total 30 ton per hari per unit, dengan dua mesin tambahan masih dirakit. Pemkot juga mengaktifkan kembali 338 bank sampah sebagai pilar pengurangan sampah di tingkat warga.
Namun Arya menyoroti masalah klasik: mesin TPS3R seringkali memiliki kapasitas lebih kecil ketimbang volume sampah masuk, sehingga menimbulkan penumpukan dan bottleneck operasional.
Denpasar memproduksi sampah rata-rata 1.050 ton per hari; volume ini meningkat sekitar 20 persen saat hari raya. Data Dinas KLH Provinsi Bali menunjukkan Denpasar menyumbang sekitar 366.806,75 ton sampah per tahun—angka tertinggi di Pulau Dewata. Kondisi ini kerap memunculkan problematika saat musim liburan dan perayaan adat, ketika armada pengangkut dan fasilitas pengolahan bekerja melebihi kapasitas.
Menjelang pertemuan dengan Gubernur Bali pada 14 Desember 2025, Pemkot Denpasar akan memaparkan peta kekuatan, titik lemah, dan kendala operasional, termasuk kebutuhan penanganan sampah residu yang tidak mudah diolah di TPS3R. Arya berharap ada kebijakan transisi yang memungkinkan residu tetap diterima sementara solusi jangka pendek terlaksana.
“Kami tidak ingin menyelesaikan masalah di Suwung tetapi justru menimbulkan tumpukan sampah di sungai atau fasilitas umum,” ujarnya, menyerukan agar langkah penutupan tidak memicu masalah baru bagi publik.
Wakil wali kota mengingatkan bahwa perubahan kebiasaan memilah sampah di sumber tidak dapat dipaksakan dalam hitungan minggu. Program sosialisasi dan pembiasaan perlu berkelanjutan agar pemilahan organik-nonorganik efektif diterapkan di seluruh komunitas.
Sebagai solusi jangka panjang, Denpasar tengah menyiapkan proyek PSEL (Pengolahan Sampah Elektronik/berteknologi tinggi) yang direncanakan memulai groundbreaking pada awal 2026. Proyek ini diklaim telah menarik minat 24 investor asing dari Cina, Eropa, dan Finlandia dengan perkiraan nilai investasi mencapai Rp3 triliun, tergantung teknologi akhir yang dipilih. Sistem yang direncanakan mampu mengolah sampah organik dan anorganik dengan proses termal pada suhu di atas 1.000°C. (TB)
