Kendang Mebarung khas Jembrana Sudah Ada Sejak 1820-an, Ada Kendang Terbesar di Dunia dan Diakui UNESCO

Author:
Share

Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-46 menyaksikan penampilan spektakuler dari Gamelan Kendang Mebarung khas Jembrana, yang telah dinobatkan sebagai kendang terbesar di dunia. Acara ini berlangsung di Panggung Ratna Kanda, Taman Budaya Bali, pada Minggu 23 Juni 2024.

Gamelan klasik yang diyakini telah ada sejak tahun 1820-an ini menampilkan dua kelompok sekaa, yaitu Sekaa Tri Datu dari Desa Tegalbadeng Timur dan Sekaa Cipta Suara dari Kelurahan Lelateng, Kecamatan Negara, Kabupaten Jembrana. Kendang Mebarung, yang biasa digunakan dalam upacara yadnya seperti manusia yadnya dan pitra yadnya, telah diakui sebagai Warisan Budaya Tak Benda oleh UNESCO pada tahun 2023.

Pada kesempatan ini, duta seni asal Jembrana menampilkan penabuh dari tiga generasi. Pertunjukan dimulai dengan tabuh berjudul “Pengungkap Sabda,” yang memiliki filosofi memohon izin kepada Ida Sangyang Sabda (suara) sebelum pergelaran dimulai. Sajian berikutnya adalah tabuh petegak berjudul “Licing-Licing Paku,” yang menyiratkan hubungan manusia dengan alam dalam konsep Tri Hita Karana.

Pertunjukan dilanjutkan dengan tabuh bebarungan yang menekankan eksistensi kendang mebarung dan sportivitas dalam introspeksi diri. Sebagai penutup, tabuh pemuput dimainkan sebagai tanda berakhirnya seni pertunjukan.

Meskipun acara ini kurang mendapat perhatian dari pengunjung, dan Panggung Ratna Kanda tidak terlalu penuh dengan penonton, penampilan ini tetap menunjukkan keunikan dan keindahan seni tradisi klasik dari Kabupaten Jembrana.

Pembina I Wayan Gama menjelaskan, “Gamelan ini adalah seni tradisi klasik di Kabupaten Jembrana, yang biasanya disuguhkan pada saat pelaksanaan kegiatan Panca Yadnya. Kesempatan tampil di Taman Budaya Bali ini kita gunakan untuk mempromosikan bahwa di Jembrana ada kendang mebarung.”

Wayan Gama menekankan pentingnya pelestarian dan perlindungan kesenian klasik ini, terutama setelah diakui sebagai warisan budaya tak benda oleh UNESCO. “Kami sengaja menampilkan seperti ini untuk melestarikan dan melindungi kesenian klasik ini,” tambahnya.

Gama berharap ke depan ada upaya program pengembangan untuk menjaga keunikan dan keklasikan kendang jumbo ini. “Mungkin bisa dikembangkan dalam olahan kreasi atau perpaduan agar sajian garapan bisa mengikuti kekinian, karena kendang ini memiliki kekhasan unik dengan ukuran jumbo berdiameter 80-85 cm. Mencari kayu sebesar itu sangat sulit, khususnya kayu berjenis nangka,” tandasnya.

Acara ini tidak hanya menegaskan keindahan dan keunikan seni tradisional Bali, tetapi juga menggarisbawahi pentingnya pelestarian warisan budaya untuk generasi mendatang. (TB)

   

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!