Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusannya Nomor 70/PHPU.BUP-XXIII/2025 memerintahkan pemungutan suara ulang (PSU) dalam Pemilihan Bupati Serang. Keputusan ini mengungkap fakta bahwa Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal, Yandri Susanto, terbukti menyalahgunakan jabatannya untuk memenangkan istrinya, Ratu Rachmatuzakiyah.
Tindakan ini menjadi bukti bahwa demokrasi di Indonesia masih rentan terhadap intervensi kekuasaan. Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (KMHDI) mengecam keras keterlibatan Yandri dalam manipulasi pemilu.
Direktur Lembaga Demokrasi dan Kepemiluan KMHDI, Putu Esa Purwita, menegaskan bahwa tindakan ini bukan sekadar pelanggaran, tetapi bentuk pengkhianatan terhadap demokrasi. Ia meminta Presiden Prabowo Subianto segera mencopot Yandri dari jabatannya.
“Seorang pejabat yang menyalahgunakan wewenangnya untuk kepentingan pribadi adalah ancaman bagi demokrasi. Jika Presiden tidak segera bertindak, maka pemerintah menunjukkan sikap permisif terhadap praktik curang yang merusak kepercayaan rakyat terhadap sistem pemilu,” ujar Putu Esa Purwita.
Dalam putusan MK, terungkap bahwa Yandri memanfaatkan posisinya untuk menekan kepala desa agar mengarahkan dukungan kepada istrinya. Hal ini jelas melanggar Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang menegaskan bahwa aparatur desa harus bersikap netral dalam politik.
KMHDI menegaskan bahwa demokrasi tidak boleh dikorbankan demi kepentingan segelintir elite, dan jika tindakan seperti ini dibiarkan, maka kecurangan serupa akan terus terjadi di masa mendatang.
“Ini bukan sekadar pelanggaran aturan, melainkan bentuk perampasan hak politik rakyat. Presiden harus mengambil langkah tegas. Jika dibiarkan, demokrasi di negeri ini hanya akan menjadi ilusi belaka,” tutup Putu Esa Purwita. (TB)