Kongres Kebudayaan Bali IV akan digelar pada Jumat, 6 Desember 2024, di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya Provinsi Bali. Acara ini dijadwalkan dibuka oleh Penjabat Gubernur Bali, Sang Made Mahendra Jaya, dan menjadi ajang untuk merangkum hasil enam diskusi terpumpun (FGD) terkait 10 objek pemajuan kebudayaan.
Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, Prof. Dr. I Gede Arya Sugiartha, menjelaskan bahwa kongres ini merupakan agenda besar yang melibatkan tokoh masyarakat, akademisi, budayawan, dan berbagai pihak lainnya. Sekitar 400 peserta diperkirakan hadir untuk membahas Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah (PPKD), yang akan menjadi pedoman program penguatan dan pemajuan kebudayaan selama lima tahun ke depan.
“Ada 10 objek pemajuan kebudayaan yang dibahas, yaitu tradisi lisan, manuskrip, adat istiadat, permainan rakyat, olahraga tradisional, pengetahuan tradisional, teknologi tradisional, seni, bahasa, dan ritus,” ujar Prof. Arya, Rabu (4/11/2024).
Menurut Prof. Arya, seluruh objek tersebut telah dibahas dalam FGD dan akan diplenokan pada kongres mendatang. “PPKD wajib dipetakan sebagai dasar penyusunan program kebudayaan lima tahun ke depan. Dokumen ini memotret kondisi 10 objek kebudayaan serta satu cagar budaya di Bali,” tambahnya.
Lebih lanjut, Prof. Arya menyampaikan bahwa PPKD juga mencatat capaian lima tahun terakhir, mengevaluasi kemajuan, dan mengidentifikasi kendala. Semua data ini dikumpulkan dari kabupaten/kota untuk disinergikan di tingkat provinsi, sebelum diserahkan ke Kementerian Kebudayaan sebagai bahan strategi kebudayaan nasional.
Kongres ini akan menghadirkan empat pembicara utama, yaitu Prof. Made Bandem yang akan membahas prosedur PPKD; Rektor ISI Denpasar, Prof. Dr. I Wayan Kun Adnyana, yang akan berbicara tentang pengembangan SDM kebudayaan; Prof. I Dewa Gde Palguna, ahli hukum yang akan membahas pranata budaya dan hukum; serta Prof. I Nyoman Darma Putra, yang akan mengulas perkembangan budaya di era digital.
“Hasil kongres ini akan menjadi acuan untuk menyusun program kebudayaan lima tahun ke depan, sekaligus momen penting bagi pemimpin baru di Bali untuk melanjutkan penguatan budaya lokal,” pungkas Prof. Arya. (TB)