Leluhur Suku Kei di Maluku Berasal Dari Bali, Kok Bisa? Begini Sejarahnya

Author:
Share
Ist

Suku
Kei merupakan salah satu suku  yang mendiami Kepulauan Kei di Laut
Arafuru. Kepulauan ini terbagi menjadi dua kecamatan, yaitu Kecamatan Kei Besar
dan Kecamatan Kei Kecil, Kabupaten Maluku Tenggara, Provinsi Maluku. Konon
leluhur dari Suku Kei berasal dari Buleleng Bali.

Pada
tahun 2018 lalu, seperti dikutip dari merdeka.com,
Bupati Maluku Tenggara saat itu, Anderias Rentanubun melacak sejarah leluhur
Suku Kei dengan berkunjung ke Kabupaten Buleleng, Bali. Hal ini karena leluhur
suku itu diduga berasal dari Desa Pedawa, Buleleng.

Kunjungan
Bupati Anderias Rentanubun dalam kunjungan itu diterima oleg Sekda Buleleng
saat itu Dewa Ketut Puspaka di ruang rapat Lobi Kantor Bupati Buleleng.

“Kunjungan
ini untuk silaturahmi dengan Pemkab Buleleng, selain tujuan utama untuk
menyusuri jejak sejarah orang Suku Kei yang dipercaya berasal dari Bali. Hal
itu didasari oleh hukum adat Suku Kei yaitu Hukum Larvul Ngabal yang dibawa
oleh perempuan Bali,” kata Bupati Anderias Rentanubun.

Dari
sejarah itu, katanya, pihaknya pun menyusuri leluhur orang Kei yang berasal
dari Bali, namun tepatnya belum diketahui di Bali bagian mana. 
“Dengan
kunjungan ini, saya ingin bertemu tetua adat, khususnya di Desa Pedawa,
sekaligus melakukan penelitian bersama tim peneliti yang sudah dibentuk,”
katanya.

Dengan
bukti-bukti yang ada dan juga kesamaan yang dimiliki, kata Bupati Anderias,
maka ditemukanlah bahwa leluhur itu berasal dari Buleleng, tepatnya di Desa
Pedawa, yang dikenal sebagai desa tua di Bali Utara.

Menurut
Bupati Anderias, kesamaan-kesamaan yang ditemukan antara lain suku Kei dan
kebudayaan masyarakat Desa Pedawa antara lain keris, perahu kecil, rumah adat
dan juga tradisi seperti orang-orang suku Kei menganut Hindu Bali.

Rumah
adat di Kei memiliki kesamaan dengan rumah adat yang ada di Desa Pedawa dari
sisi dalamnya dan juga tradisinya,” katanya.

Selanjutnya
dilansir dari Detik.com, disebutkan jika baju adat Maluku Tenggara mirip dengan
pakaian adat Bali seperti pada udeng dan kebaya Bali. Ikat kepala mirip udeng
itu bernama rikrikat. Selain pakaian, makanan khas Kei yaitu enbal atau embal
juga punya hubungan dengan Bali juga. En itu artinya umbi, bal itu Bali jadi
artinya umbi yang dibawa satu keluarga dari Bali. 

Kabid
Promosi Dispar Maltra, Budhi Toffi mengatakan memang ada unsur budaya Bali yang
masuk ke Kei. Hal itu terjadi karena dulu nenek moyang Kei, yaitu Nen Dit
Sakmas adalah seorang yang lahir dari orang tua berdarah Bali.

“Dia
yang mencetuskan hukum adat. Dia memang orang tua dari bali tapi ada juga nenek
moyang masyarakat asli dari sini. Selain dari Bali, (nenek moyang) juga ada
dari Sumbawa, Ternate dan Tidore tapi jumlahnya tak terlalu banyak,”
katanya.

“Padahal
dulu pakaian adat Kei mirip Papua menggunakan koteka, dulu bahkan masih
menggunakan cawat namun berproses lalu masuk Belanda ke sini baru modernisasi
jadi betul memang kurang lebih seperti Bali,” katanya.

Selain
embal dan baju adat beberapa lainnya juga tampak mirip, seperti perahu dan
rumah adat. 
Sementara
itu, dilansir dari Okezone.com, hubungan antara Kei dab Bali ini dapat
ditelusuri dari ceritera (Tom) dan tanda bukti (Tad) tentang konsep asal-usul
masyarakat Kei.

Berdasarkan
cerita yang dituturkan secara lisan dari generasi ke generasi, sebagian leluhur
dari Kei berasal dari Bali. Hal ini juga dapat dilihat dari bukti atau tanda
yang bertahan hingga saat ini.

“Karena
berdasarkan kepercayaan Kei, leluhur kami yang datang dari Bali datang ke Kei.
Buktinya ada Hindu Bali. Masyarakat paling banyak di desa itu masyarakat
Hindu,” ujar Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Maluku Tenggara Roy Rahajaan
yang juga penduduk asli Maluku dalam konferensi pers Bali-Kei Archipelago
Festival 2017 di Jakarta.

Menurut
Roy, ada 4 agama yang dianut oleh masyarakat di Maluku Tenggara. Yakni Hindu,
Islam, Katolik, dan Protestan. Desa/Ohoi Tanimbar Kei dihuni oleh sekira 500
jiwa yang menganut agama Hindu.

Tanimbar
Kei sendiri merupakan wilayah terluar dari Kepulauan Kei. Awalnya, para
penduduk dari Bali mengarungi lautan dan berhenti di Tanimbar Kei. Kemudian
mereka mulai menyebar ke pulau-pulau lainnya yang ada di Kepulauan Kei.

Seperti
yang tertulis dalam buku Negara Kartagama disebutkan ketika Hayam Wuruk menjadi
Raja, dilakukan perluasan kekuasan Kerajaan Majapahit oleh Gajah Mada di
seluruh Nusantara meliputi seluruh Maluku, yaitu Muar (Kei), Wandan (Banda),
Ambon, dan Ternate.

Kemudian
terjadi arus perpindahan penduduk ketika ada pergolakan politik di tanah Jawa
dan Bali. Hal ini mengakibatkan eksodus, termasuk pada keluarga Kasdew. Selain
itu, ada juga keluarga Jungra yang tiba di Ler Ohoilim (Kei Besar) yang membawa
tombak dari Bali (NgaBal).

Banyak
tanda yang bisa dijadikan sebagai bukti bahwa penduduk Tanimbar Kei berasal
dari Bali. Termasuk adanya pura atau tempat ibadah Umat Hindu di Bali.

Menurut
Prof Dr. Ida Anak Agung Gede Putra Agung, Guru Besar Sejarah Universitas
Udayana, kesamaan historis terletak pada penamaan hukum yang disebut sebagai
Larvul Ngabal (darah merah dan tombak dari Bali). 

Hukum
ini berbentuk trisula (tiga cabang) dan memiliki kesamaan bentuk seperti yang
dimiliki oleh kerajaan di Bali. Konon, tombak tersebut berasal dari Kerajaan
Kediri-Singosari.

Kemudian
ada makam keluarga Ken Arok dan Ken Dedes yang oleh penduduk setempat disebut
makam Kasdew di Ohoivur (Letvuan) serta makam Nen Dit Sakmas di Wain. Lalu ada
pula kemiripan pemanfaatan janur dan sirih pinang dalam tata upacara adat serta
penghormatan terhadap leluhur di Kei maupun di Bali.

Ada
juga pasal untuk menghormati leluhur dan mengejar Tuhan. Sehingga ada kesamaan
seperti di Bali. (TB)

 

   

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!