LSM Lingkungan Kritik Proyek Hotel Vasa Ubud yang Berada di Zona Rawan Gempa dan Longsor

Author:
Share

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Bali melontarkan kritik keras terhadap rencana pembangunan Hotel Vasa Ubud oleh PT Tanrise Makmur Sentosa.

Kritik ini disampaikan dalam rapat penilaian Dokumen Analisis Dampak Lingkungan (Andal) dan Rencana Kelola Lingkungan serta Rencana Pemantauan Lingkungan (RKL-RPL) di Ruang Rapat Sad Kerthi, Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup (DKLH) Provinsi Bali, Renon, Denpasar.

Acara tersebut dipimpin oleh Kepala Bidang P3K DKLH, Ir. Ida Ayu Dewi Putri Ary, ST., M.Si., dan dihadiri oleh sejumlah instansi terkait serta perwakilan dari pengembang.

Sorotan utama WALHI Bali adalah lokasi proyek yang berada di area berisiko tinggi bencana. Hotel Vasa Ubud direncanakan dibangun di Dusun Selasih, Desa Puhu, Kecamatan Payangan, Gianyar, yang terletak di atas dua sesar aktif, yakni Sesar Tampaksiring dan Sesar Munduk Rajasa.

BACA JUGA  Tak Seperti Tahun Lalu, Arus Penumpang di Bandara Ngurah Rai Tak Ada Lonjakan Jelang Idul Fitri

Direktur Eksekutif WALHI Bali, Made Krisna Bokis Dinata, S.Pd., M.Pd., mengungkapkan kekhawatirannya terhadap potensi bencana di kawasan tersebut.

“Wilayah Gianyar sudah sering dilanda gempa yang menyebabkan kerusakan pada bangunan dan pura. Selain itu, proyek ini berada di zona rawan longsor dengan tingkat risiko tinggi,” ujarnya.

Kritik juga diarahkan pada kurangnya langkah mitigasi bencana dalam dokumen Andal dan RKL-RPL proyek tersebut. WALHI Bali menilai absennya jalur evakuasi sebagai bukti bahwa proyek ini mengabaikan keselamatan penghuni dan pekerja.

“Ini proyek yang tidak memperhatikan aspek mitigasi bencana, padahal akomodasi seperti hotel dan vila membutuhkan kesiapan menghadapi potensi gempa dan longsor,” tambah Krisna Bokis.

BACA JUGA  Makna Penampahan Galungan dalam Tradisi Bali, Tak Hanya Mebat, Tapi Juga Menjor

Rencana pembangunan Hotel Vasa Ubud meliputi 54 unit vila yang tersebar di area seluas 52.210 m², dengan total luas bangunan mencapai 55.159,8 m².

Fasilitas yang dirancang mencakup bangunan utama, hotel wing bertingkat, serta 184 kamar.

Proyek ini juga berbatasan langsung dengan Sungai Pungau, yang menurut WALHI berisiko terpapar sedimentasi akibat aktivitas konstruksi.

Isu lingkungan lainnya yang diangkat adalah potensi pencemaran Sungai Pungau. I Made Juli Untung Pratama, S.H., M.Kn., dari Komite Kerja Advokasi Lingkungan Hidup (KEKAL) Bali, menyatakan bahwa dokumen Andal dan RKL-RPL tidak memberikan rincian upaya pengelolaan sedimentasi selama tahap konstruksi.

“Tanpa mitigasi yang jelas, proyek ini bisa mencemari sungai dan memperparah kerusakan ekosistem di hilir,” tegasnya.

Selain risiko bencana dan pencemaran, WALHI Bali juga mengkhawatirkan potensi krisis air. Rencana proyek menyebutkan penggunaan 70% air dari PDAM dan 30% dari air tanah.

BACA JUGA  Doa Keselamatan Pengantin dalam Tradisi Hindu, Makna dan Harapan Sakral dalam Pernikahan

Padahal, kawasan Payangan sudah berstatus defisit air sejak 2010, dan PDAM Gianyar kerap mengalami gangguan akibat bencana alam.

“Hotel dan vila seperti ini akan memperburuk krisis air di Gianyar, yang infrastruktur airnya sudah rentan,” tambah Krisna Bokis.

Surat tanggapan resmi dari WALHI Bali terkait proyek ini diserahkan langsung oleh Krisna Bokis dan timnya kepada pimpinan rapat, Ir. Ida Ayu Dewi Putri Ary, ST., M.Si., sebagai perwakilan DKLH Provinsi Bali.

WALHI berharap kritik ini menjadi pertimbangan serius sebelum proyek dilanjutkan demi menjaga keselamatan dan kelestarian lingkungan Gianyar. (TB)

   

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!