![]() |
Istimewa |
Pada suatu masa di hutan Naimisha yang penuh kesucian, sekelompok bijak besar berkumpul untuk melakukan upacara suci yang berlangsung selama dua belas tahun, dipimpin oleh Saunaka yang bergelar Kulapati. Dalam keheningan hutan, Ugrasrawa, putra Lomaharshana, yang dikenal sebagai Sauti, seorang ahli dalam kitab suci Purana, datang dengan penuh hormat untuk menemui para bijak tersebut.
Setelah menyambutnya dengan penuh penghormatan, para bijak yang telah menyelesaikan meditasi mereka dan memelihara api suci, meminta Sauti untuk menceritakan kisah-kisah agung yang telah ia dengar dalam perjalanan sucinya.
Dengan suara yang lembut dan penuh hormat, Sauti mulai berbicara, menceritakan perjalanannya yang panjang dan penuh pengetahuan. Ia bercerita bahwa ia telah mendengar kisah Mahabharata, yang ditulis oleh Wyasa, dan diceritakan oleh Waisampayana dalam upacara pengorbanan ular Raja Janamejaya, keturunan Parikshit.
Ia juga menceritakan kunjungannya ke tempat-tempat suci, termasuk Samantapanchaka atau Kuruksetra, medan perang besar di mana anak-anak Kuru dan Pandu bertempur dalam perang epik yang melibatkan seluruh kerajaan di daratan Bharata.
Sauti melanjutkan, “Kisah ini, Mahabharata, adalah kisah suci yang tidak hanya memberikan pengetahuan, tetapi juga membawa kebijaksanaan bagi mereka yang mendengarnya. Kisah ini dipenuhi dengan pelajaran tentang dharma, artha, dan kama, serta berbagai cerita tentang para raja dan resi besar. Inilah kitab yang menyatukan makna dari empat Weda, dan menjadi panduan bagi semua yang ingin memahami dunia ini.”
Para bijak, mendengar penjelasan tersebut, meminta Sauti untuk menceritakan Mahabharata dengan lengkap, sebagaimana diceritakan oleh Wyasa dan Waisampayana. Maka, Sauti mulai mengisahkan awal mula alam semesta, penciptaan, dan garis keturunan para dewa, resi, dan raja.
Dalam kegelapan yang abadi, sebelum dunia terbentuk, muncul sebuah telur maha besar, benih dari segala kehidupan. Telur ini adalah benih tak habis-habisnya dari semua makhluk yang diciptakan. Ia disebut Mahadiwya dan terbentuk pada awal Yuga, yang di dalamnya terdapat cahaya sejati Brahma, yang abadi, luar biasa, dan tak terbayangkan, hadir di semua tempat; penyebab tak terlihat dan halus, yang sifatnya mencakup keberadaan dan ketidakberadaan.
Dari telur ini lahirlah Pitamaha Brahma, satu-satunya Prajapati, bersama dengan Suraguru dan Sthanu. Kemudian muncul dua puluh satu Prajapati, yaitu Manu, Wasishtha, dan Parameshthi; sepuluh Prachetas, Daksha, dan tujuh putra Daksha.
Selanjutnya, muncul manusia dengan sifat yang tak terbayangkan, yang dikenal oleh para Rishi, dan kemudian Wiswedewa, Aditya, Wasu, dan si kembar Aswin; Yaksha, Sadhya, Pisacha, Guhyaka, dan Pitri. Setelah itu, lahir para Brahmarishi yang bijak dan paling suci, serta banyak Rajarishi yang memiliki kualitas mulia.
Air, langit, bumi, udara, angkasa, penjuru mata angin, tahun, musim, bulan, pekan yang disebut Paksha, bersama dengan siang dan malam muncul secara berurutan. Dengan demikian, semua hal yang diketahui umat manusia diciptakan.
Apa pun yang terlihat di alam semesta, baik yang hidup maupun yang tak bernyawa, pada akhirnya, di akhir dunia dan setelah berakhirnya Yuga, akan kembali bersatu. Pada awal Yuga yang baru, semua hal akan diperbarui, seperti berbagai buah bumi yang terus tumbuh dalam urutan musimnya masing-masing. Dengan cara ini, roda kehidupan terus berputar tanpa awal dan akhir, menyebabkan kehancuran segala sesuatu.
Generasi para dewa, secara singkat, berjumlah tiga puluh tiga ribu, tiga ratus tiga puluh tiga. Putra-putra Dewa adalah Brihadbhanu, Chakshus, Atma Wibhawasu, Sawita, Richika, Arka, Bhanu, Asawaha, dan Rawi. Dari para Wiwaswan di masa lalu, Mahya adalah yang termuda, yang memiliki seorang putra bernama Dewa-wrata. Putra Dewa-wrata adalah Su-wrata, yang memiliki tiga putra: Dasa-jyoti, Sata-jyoti, dan Sahasra-jyoti, yang masing-masing menghasilkan keturunan yang sangat banyak.
Dasa-jyoti memiliki sepuluh ribu keturunan, Sata-jyoti sepuluh kali jumlah itu, dan Sahasra-jyoti sepuluh kali jumlah keturunan Sata-jyoti. Dari mereka lahirlah keluarga Kuru, Yadu, dan Bharata; keluarga Yayati dan Ikshwaku; serta semua Rajarishi. Generasi yang dihasilkan sangat banyak, begitu pula makhluk dan tempat tinggal mereka.
Sauti menjelaskan bahwa Mahabharata bukan hanya kisah peperangan, tetapi juga ensiklopedia kehidupan. Dalam kitab ini, Wyasa mencakup semua aspek kehidupan—dari dharma (kebajikan), artha (kekayaan), hingga kama (keinginan). Ia juga mencatat pengetahuan tentang Weda, ritus keagamaan, tempat-tempat suci, seni perang, dan filsafat.
Wyasa, yang melihat keindahan dan kompleksitas dunia, ingin agar kebijaksanaan ini tidak hilang. Namun, ia menghadapi kesulitan besar: tidak ada seorang pun yang mampu menuliskan karyanya. Dalam kegelisahannya, Brahma, sang pencipta, muncul di hadapan Wyasa. Brahma, dengan senyum penuh kasih, menyarankan agar Wyasa meminta bantuan Ganesha, dewa kebijaksanaan dan kecerdasan.
Dengan demikian, Wyasa mulai menulis kisah Mahabharata kepada Ganesha, yang menulisnya dengan kecepatan luar biasa. Setiap kata, setiap kalimat, dipenuhi dengan makna yang mendalam, menjadikan Mahabharata sebagai kitab yang melampaui waktu dan ruang.
Para bijak di hutan Naimisha mendengar kisah ini dengan penuh perhatian, menyadari bahwa mereka adalah bagian dari kisah besar yang terus berlanjut. Dalam keheningan malam, api suci mereka tetap menyala, membawa pesan bahwa kebijaksanaan Mahabharata akan selalu menjadi cahaya dalam kegelapan. (TB)