![]() |
Pixabay.com/masbebet |
Hari Raya Kuningan, yang juga dikenal sebagai Tumpek Kuningan, dirayakan pada hari Sabtu Kliwon, wuku Kuningan. Pada momen suci ini, umat Hindu khususnya di Bali memanjatkan doa dan puja kepada para Dewa, Bhatara, serta leluhur (Pitara) untuk memohon keselamatan, kedamaian, perlindungan, dan tuntunan baik secara lahir maupun batin.
Dalam kepercayaan, para Dewa, Bhatara, dan Pitara diyakini turun ke dunia pada hari ini, namun hanya hingga tengah hari. Oleh sebab itu, upacara dan persembahyangan Hari Kuningan pun dilaksanakan sebelum siang hari.
Sesajen yang dipersembahkan pada Hari Kuningan memiliki nilai simbolis dan filosofi yang mendalam. Di pelinggih utama, umat menghaturkan tebog, canang meraka, pasucian, serta canang burat wangi. Untuk pelinggih yang lebih kecil, sesajennya meliputi nasi selangi, canang meraka, pasucian, dan canang burat wangi.
Di kamar suci atau tempat meramu sesajen, umat menyediakan pengambeyan dan dapetan, yang berisi nasi kuning, lauk-pauk, serta daging bebek. Hiasan khas seperti gantung-gantungan, tamyang, dan kolem turut dipasang di setiap pelinggih dan pelangkiran sebagai bagian dari tradisi.
Selain itu, setiap keluarga menyiapkan dapetan dengan sesayut prayascita luwih, berupa nasi kuning lengkap dengan lauk-pauk dan elemen simbolis lainnya.
Makna Simbolik dalam Hiasan dan Persembahan
– Endongan: Simbol persembahan yang ditujukan kepada Hyang Widhi Wasa.
– Tamyang: Lambang perlindungan untuk menangkal energi negatif atau mara bahaya.
– Kolem: Simbol tempat istirahat bagi para Dewa, Hyang Widhi, dan leluhur.
Adapun tebog yang digunakan pada Hari Kuningan dibuat dari bahan sederhana, seperti pepaya atau timun berbentuk wayang-wayangan, dengan alas berupa taledan berisi ketupat nasi (kepet-kepetan).
Hari Pegat Wakan, yang jatuh pada Rabu Kliwon, wuku Pahang, menandai penutupan rangkaian Hari Raya Galungan dan Kuningan. Pada hari ini, sesayut Dirgayusa, panyeneng, dan tatebus dipersembahkan sebagai wujud syukur dan penyerahan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa. Rangkaian panjang ini dimulai sejak Sugian Jawa hingga berakhir pada Pegat Wakan, mencakup perjalanan spiritual selama 42 hari.
Hari Raya Kuningan mengandung makna mendalam, yaitu memohon keselamatan, kebahagiaan, perlindungan, dan tuntunan kepada para Dewa, Bhatara, dan leluhur. Selain menjadi momentum spiritual, perayaan ini juga mengajarkan pentingnya keharmonisan hidup, baik dengan alam semesta, sesama manusia, maupun Sang Pencipta.
Untuk tahun 2025, Galungan pertama dirayakan pada Rabu, 23 April 2025. Sedangkan untuk Kuningan dirayakan pada 3 Mei 2025.
Sedangkan untuk Galungan kedua tahun 2025 dirayakan 18 Nopember 2025. Sedangkan Kuningan dirayakan pada 29 Nopember 2025. (TB)