Dalam kehidupan umat Hindu di Bali dan Indonesia, sapaan “Om Swastyastu” kerap diucapkan ketika memulai sebuah pertemuan, acara keagamaan, maupun saat berjumpa dengan sesama umat.
Ucapan ini disampaikan dengan gerakan tangan mencakup di depan dada, yang menunjukkan sikap penghormatan dan ketulusan hati. Gerakan tersebut dikenal sebagai Namaskara Mudra atau Panganjali.
Sapaan “Om Swastyastu” sebenarnya merupakan gabungan dari beberapa kata dalam bahasa Sanskerta. Kata “Su” berarti baik, “Asti” bermakna ada, dan “Astu” artinya semoga.
Setelah melalui proses sandhi dalam tata bahasa Sanskerta, ketiganya bergabung menjadi Swastyastu, yang secara keseluruhan bermakna: Semoga senantiasa dalam keadaan baik dan selamat. Sedangkan kata “Om” sebagai awalan adalah getaran suci yang sering digunakan dalam mantra-mantra Hindu untuk menyucikan suasana dan pikiran.
Secara lengkap, makna dari “Om Swastyastu” adalah: Semoga Anda selalu dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa, Ida Sang Hyang Widhi Wasa.”
Menariknya, sapaan ini tidak dikenal secara luas di India, tanah kelahiran agama Hindu. Ketika umat Hindu Nusantara bertemu dengan umat Hindu India, sapaan yang umum digunakan oleh mereka adalah Namaste atau Namaskar. Jika yang disapa adalah rohaniawan atau pendeta, maka jawabannya bisa berupa Kalyanam Astu atau Mangalam Astu.
Penggunaan Om Swastyastu di kalangan umat Hindu Indonesia baru berkembang dalam beberapa dekade terakhir. Sebelum itu, sapaan ini belum populer dan hanya digunakan dalam forum resmi atau acara keagamaan.
Sebagian besar keyakinan mengenai salam ini juga diperkuat dalam Bhagawata Purana (5.18.9), yang menyatakan:
“Svasty astu viśvasya khalaḥ prasīdatāṁ…”
Maknanya adalah harapan agar seluruh makhluk hidup berada dalam kedamaian, dan mereka yang memiliki sifat iri dan dengki bisa dipuaskan agar timbul kesejahteraan dan cinta kasih universal.
“Om Swastyastu” bukan sekadar sapaan biasa. Ia mengandung doa, harapan, dan nilai spiritual yang mendalam. Memahami artinya bukan hanya memperkuat kebanggaan identitas keagamaan, tetapi juga meningkatkan kualitas sraddha (iman) dan bhakti (pengabdian) kita dalam menjalani ajaran suci Weda. (TB)
Sumber gambar: pixabay
Hindu Bali dg taksunya